Selasa, 25 Agustus 2009

Keputusan yang Mengecewakan

Hari ini, saya memberikan jawaban terakhir. Sebenarnya kemarin, lebih cepat satu hari dari batas waktu yang diberikan. Namun ternyata, jawaban saya tidak diterima. Yayasan tetap meminta saya mempertimbangkan kembali. Jadi hari ini saya kembali, dengan tidak bergeming. Tetap pada keputusan saya. Dengan berbagai pertimbangan tentu saja. Insya Allah, ini terbaik. Bagi saya, dan semuanya.

Saya tahu, yayasan kecewa. Mereka tidak menyembunyikannya. Masih juga meminta saya mempertimbangkan lagi. Tapi mau sampai kapan kita dalam ketidak pastian seperti ini. Waktu terus berjalan, dan bangku kosong itu harus ada yang mengisi. Secepatnya.

Saya mengerti diri saya dengan baik. Saya tahu, bahwa saya tidak memiliki kemampuan memimpin yang baik. Atau paling tidak, saya masih kurang pengalaman. Terlalu muda. Tidak memiliki kualifikasi akademis yang memenuhi.

Yah, kalau masalah kualifikasi akademis, dari dulu juga memang belum sampai, kata ketua yayasan. Jadi guru pun saya tidak memenuhi kualifikasi. Tapi kan kita mengamati, menilai, dan yakin bahwa Bu Alifia punya potensi yang besar. Masalah pendidikan, gampanglah. Kalau perlu, sekarang juga deh, kita ke UNJ. Daftar kuliah.

Saya tetap bertahan. Saya tahu, saya masih terlalu kecil. Keciiil sekali.

Ibu Cuma gak punya nyali.

Saya menghela nafas. Ya, mungkin itu yang belum ada pada diri saya. Nyali.

Keputusan terakhir?

Keputusan terakhir.

Kembali ke sekolah, saya masih terus memikirkannya. Berjam-jam setelah guru-guru pulang, saya pun masih ada di sekolah. Sebenarnya, males pulang saja.. Nunggu senja. Sambil browsing bahan ajar. Beberapa guru masih berada di sekolah. Sama. Nunggu senja.

’Gimana, keputusanya?’

Saya menggeleng. Tidak, kata saya. Toh masih ada calon lain selain saya, kan?

‘Tapi kan kamu yang disetujui oleh semua pihak di yayasan.’

Ya, saya tahu. Saya juga tahu, alasan paling kuat kenapa saya yang terus dikejar-kejar karena, saya tidak ada yang menyatakan tidak setuju.

‘Walaupun aku gak bisa ngebayangin kamu nanti mimpin kita, kayaknya aneh banget gitu orang yang paling ngocol. Tapi kita kan ngedukung kamu, Al.’

Kita?

‘Semua guru kan ngedukungnya kamu, Al. Kenapa sih kamu malah menolak.’

Saya tahu, nama yang ini, pro dan kontra. Yang itu, pro dan kontra. Saya satu-satunya yang nampaknya, semua setuju. Semua mendukung.

Lalu saya tidak mau.

Apakah saya egois?

Mungkin.. Sama saat saya mencampakkan pekerjaan saya yang dulu, yang membanggakan ibu saya, yang memberikan penghasilan besar, dan memilih menjadi guru SD Swasta yang tidak punya nama, yang bukan unggulan, yang sering dilihat sebelah mata, di pinggiran ibu kota. Hanya karena saya merasa lebih bahagia, lebih berguna, dan lebih hidup, dibanding dulu. Semuanya adalah saya. Saya.. Saya…

Egois!

Well, saya sudah memberi keputusan terakhir. Mungkin mengecewakan, maaf. Kalau mau bilang saya pengecut juga gak apa-apa.

Sampai beberapa saat nanti, saya masih menjabat sementara. Dan saya janji, tidak akan melarikan diri. Disini, mendampingi segala turbulensi yang mungkin akan berlanjut, sampai beberapa saat nanti. Saya yakin, kok. Badai ini akan segera berakhir. Lagipula, ini kan bukan pertama kalinya.

Jumat, 07 Agustus 2009

Kasek

Kepala sekolah? Saya?

Gila apa?