Minggu, 31 Januari 2010

Obat Cinta Avicenna

Saya sedang membuka dan membaca jurnal yang saya tulis dalam rentang waktu dari 18 April 2006 sampai dengan 11 Januari 2007. Dalam Jurnal, saya bukan hanya menulis kejadian dan pemikiranb, tapi juga review dari buku yang saya baca, film yang saya lihat, dan lengkap dengan kutipan-kutipan menarik yang saya temukan.

Daan saya tertawa ketika membaca kutipan yang sempat saya catat yang diambil dai buku The Name of The Rose karya Umberto Eco. Ini mengenai cinta. Atau lebih tepatnya, pendapat mengenai cinta pada abad pertengahan.

Dari Avicenna (Ibnu Sinna)
Cinta adalah pikiran melankolik yang terus menerus yang muncul sebagai akibat dai seseorang yang memikirkan dan memikirkan lagi sosok, sikap, atau prilaku dari seorang lawan seks: sebenarnya bukan merupakan penyakit tapi berubah menjadi penyakit ketika, tak terpuaskan, menjadi pikiran yang obsesif.

Obatnya:
Menyatukan kedua kekasih itu dalam perkawinan yang akan menyembuhkan penyakit itu. Bila ini tidak dapat, dapat memakai pengobatan air panas yang radikal. Pengobatan yang lainnya adalah mencari seseorang yang sudah tua dan berpengalaman untuk menjelek-jelekan orang yang dicintainya.

Dan saya bertanya-tanya mengenai metode penyembuhan air panas yang radikal itu, kayak gimana yaa...?

Jadi gini, Mbak.. Cihuuuuyyyyy!!!

Waktu kecil dipanggil 'dek'... Adek
Pas kuliah dipanggil 'teh'.. Teteh
Kadang suka dipanggil A'.. Aa (Yang so pasti langsung dibales dengak, 'Teteh ini..' lalu senyum simpul padahal dalem hati: Woi, ini cewek tau!!!)
Udah kerja dipanggil 'Mbak'... Mbak, tolong ini itu.. Laporannya mana, Mbak..
Pas jadi guru, hari pertama terkejut dan malu banget pas dipanggil 'Bu'.. Bu Guru, saya bla.. bla.... Bu Alifia, anak saya begini begitu... Ibu, maaf ya.. begono..
Tapi di jalanan sama orang gak kenal, teteup dipanggil Mbak...
Kalo di mess ketemu orang gak dikenal suka ditegur, 'Mas'... Mas, numpang tanya kalo rumahnya.. (Soalnya kalo di rumah masih belum pakai jilbab)
Tapiiiii...

Sudah setahun ini, orang dijalan gak lagi panggil 'mbak'.. melainkan 'bu'..
Hati-hati, Bu.. Disini, Bu?
Duileeeehhh...
Berasa tua.. TUA

Namun kemaren, di Axioo Clinic.. Ceritanya meriksa laptop yang lagi sakit. Musti diopname, jek!!!
Si Mbak resepsionisnya senyum manis dan panggil-panggil... MBAK..

Mbak Alifia, ini kan udah lewat garansi, jadi kena charge service 50 ribu, yaa...
Iya.. senyum, dipanggil MBAK lagi, Cihuuuuyyyy...

Kamis, 28 Januari 2010

seandainya

Seandainya
kudapat memilih
untuk tak pergi
dan tetap disini

Seandainya
aku bisa
aku sanggup
dan mampu

Ku yakin inginku kau tau maksudku
Iringi aku sayang

Aku pergi untukmu
Merangkai mimpi lewati waktu
Semua itu jalan kita
Akan ku jaga,
kubina slamanya


Tentang Menulis

Saya duduk di pojok ruang computer, di meja guru menghadapi PC dan cekikikan sendiri. Lagi baca ini. Tulisan yang segar dan membayangkannya, tentu membuat saya tidak dapat menahan geli. Lalu, seseorang mengusik. Miss Dian, the English teacher kelas kecil.

‘Ngapain, AL.’

Ini, lucu…

Saya pun membacakan. Dia tidak tertawa. Dia emang gitu, orang bertipe datar. Susah bener deh bikin dia ketawa. Tapi terkadang pada suatu kesempatan yang cukup langka sehingga menjadi moment yang layak untuk dikenang, dia dapat berubah menjadi orang paling lucu seantero jagat. Yah, seantero sekolah maksudnya.

Miss Dian duduk di sebelah saya, mengernyitkan dahinya. Tuh kan.. tuh kan... Serius pula, ampuuuuuuunnnn!!!!

’Yang nulis itu mahasiswa, ya, AL?’

Lah, kagak tau gue. Tapi kayaknya sih, seumur-umur kita. Emang kenapa?

’Aku bingung..’

Yaa, gak usah dipikirin napa! Pegangan meja, ini..

Dia benar-benar memegang meja. Tentu saya ketawa dengan puas.

Dia masih gak ketawa.

’Aku bingung aja, kok ada ya orang yang sempet-sempetnya nulis-nulis gitu. Emangnya dia gak kerja, ya?’

Yaa kerja atuh, Neng! Emang lo kira blogger itu pengangguran. Kebanyakan pekerja aktif, kok. Kayak kita.

’Mungkin blom nikah aja kali, ya.. Jadi masih punya banyak waktu.’

Yeee, yang udah punya anak beberapa aja teteup aktif, kok. Ya bapak-bapak, ibu-ibu. Ini kan bukan masalah sibuk atau gak sibuk.

’Iya, tapi gimana orang sibuk masih juga sempet nulis?’

Orang itu beda-beda.

Saya kira, banyak alasan orang untuk menulis. Apakah memang untuk mencari nafkah, atau sekedar hobi aja atau untuk eksistensi diri. Bagi saya sendiri, menulis seakan kebutuhan. Bener! Nulis apa aja deh asal yang di kepala ini keluar. Sehari aja gak bisa menulis, rasanya seperti sakau. Tunggu, lebih tepatnya, gak bisa tidur. Mungkin karena terbiasa saja saya selalu mengakhiri hari dengan menulis, hingga kalau tidak, berasa ada yang kurang. Dan sibuk? Justru semakin sibuk itu biasanya tulisan saya akan semakin banyak atau panjang. Pelepasan dari penuhnya isi kepala yang kalo gak dikeluarkan, rasanya mau meledak. Maka, menulis adalah rekreasi. Dan syukurnya, saya gak perlu berpikir dan merenung lama untuk merangkai kalimat. Karena setiap kata dan kalimat akan jumpalitan begitu saja di kepala saya mendahului kecepatan jari saya menekan keyboard. Maka bisa dikatakan, kebanyakan tulisan saya itu tercipta secepat anda membacanya.

Gak menghabiskan banyak waktu, bukan?

Dan karena sudah begitu terbiasa, saya bahkan bisa memecah kosentrasi kadang-kadang. Menulis sambil ngobrol atau nongton film, hueheheh...

Jadi, kalau bagi Miss Dian pertanyaannya adalah gimana ada orang yang sempet menulis? Maka pertanyaan yang ada di benak saya adalah gimana ada orang yang tidak menulis?

Selasa, 26 Januari 2010

Sensitive

Saya lagi sensitive, bukan sensi. Maksud saya, kalo sensi itu biasanya merujuk pada dikit-dikit tersinggung dan bawaannya jutek bin ngomel-ngomel yang biasanya begitulah saya kalo lagi PMS. Akhirnya adalah galak. Kalo sensitive, sedikit-dikit tersinggung tapi bawaannya mellow. Sedih. Merasa diri gak berharga dan sendirian. Akhirnya maunya duduk dan diam mengurung diri.

Nah, saya lagi sensitive.

Saya menemukan diri saya pada hari-hari ini selalu aja menganggap apapun perkataan orang itu menyelekit kepada saya. Setelah beberapa kali menghela nafas sedih, bertanya-tanya kenapa kok orang-orang pada jahat sama saya, akhirnya saya mulai menyadari bahwa masalahnya adalah saya. Mereka, orang-orang yang perkataannya menyakiti saya adalah teman-teman saya, orang-orang terdekat saya, dari berbagai lingkaran-lingkarang kecil saya.

Maka apakah saya akhir-akhir ini begitu egois ke siapa aja? Atau memang diri saya aja yang lagi gak enak.

Saya kira, karena diri saya aja yang lagi gak enak.

Mungkin sedikit kesepian setelah berhari-hari kehilangan teman tidur, heheh.. Busyet dah! Tinggal sendiri itu gak enak, bok! Saya heran dengan orang-orang single yang bisa yaaa, tinggal sendirian. Karena ibu saya adalah ibu kost, maka saya melihat banyak contohnya. Anak-anak kost yang tinggal sendiri dari pulang kerja sampai berangkat kerja lagi, yaa, sendirian aja berteman TV dan HP.

Kok bisaaaaa...!!!

Padahal, saya sendiri orangnya penyendiri. Tapi beda antara penyendiri dan sendirian.

Saya hampir selalu menyendiri di tengah keramaian orang. Misalnya, di ruang guru. Sementara yang lain ngeriung, saya duduk di meja saya membaca, atau menulis. Tapi saya tahu, bahwa saya gak sendirian. Saya tahu bahwa teman-teman saya pun tidak menyisihkan saya. Mereka mengenal saya, dan tahu, bahwa saya memang orangnya begitu.
Di tengah keramaian, saya sering menyisih. Bahkan saat hanya berdua saja.

Tinggal bersama Eni, jangan dibayangin deh kami selalu duduk berdua ngobrol atau berbual-bual. Enggak! Bahkan bisa dikatakan, saya jarang sekali ’bertemu’ dengannya. Sebab, kami sama-sama penyendiri.

Bangun tidur, kami nyaris tidak berkomunikasi. Saya sibuk siap-siap, begitupun Eni. Tau-tau, kami berangkat kerja. Di sekolah pun, jarang ngobrol. Sebab, kami memang bisa dikatakan terpisah wilayah. Saya bersama tim guru kelas atas sementara Eni di kelas bawah. Pulang kami tidak bersama. Saya biasanya akan tetap di sekolah sampai jam 5-an, sibuk ngoreksi atau browsing. Eni langsung pergi ke rumah-rumah untuk mengajar privat, atau ke tempat bimbel untuk mengajar les, lalu tiba di rumah beberapa saat setelah maghrib. Saat itu, saya sedang mengajar anak-anak tetangga. Kalau Eni gak gitu capek, dia ikut ngajar. Kalau terlalu lelah, dia akan makan, lalu tidur. Nanti pada dini hari, saatnya saya sedang terlelap, dia akan bangun untuk shalat dan tilawah, serta mempersiapkan diri untuk mengajar esok hari.

Okeh, okeh.. Gak segaring itu! Ada hari-hari ketika kami berdua santai-santai ngobrol, nongton, main PS, membaca buku, atau seru-seruan jalan ke sana sini. Dan tentu ada weekend saat saya pulang ke rumah ortu dan bergaul dengan lingkaran-lingkaran pertemanan yang lain lagi.

Pada intinya, saya sebenernya biasa sendiri juga.

Tapi beda sendiri dengan sendirian.

Mungkin juga, saya sensitif karena sahabat saya sedang sakit. Well, saya bukan orang yang mahir menunjukkan perasaan saya dengan baik. Bukan saya banget deh mengutarakan dengan ucapan. Temen-temen nyata saya tau banget deh betapa garingnya saya mengucap selamat ultah aja. Bahkan, kalo ngasih kado pun saya udah kayak bapak-bapak gitu, main kasih aja dan bilang: met ultah yaa...

Sebenernya, saya inginnya tidur di RS aja. Yah, pengen aja gitu. Daripada sendiri. Tapi keluarganya kan selalu menginap di sana. Gak enak kan ada orang lain ikut nimbrung nginep. Walaupun saya udah dianggap keluarga sendiri, teteup aja gak enak pastinya. Lagian, si Eni juga gak tau diri kalau saya masih di RS sampe sore, dia akan nyuruh saya pulang karena anak-anak tetangga pasti nungguin saya.

Hmmm, teman, sembuh dong... Emang lo gak bosen apa baring terus disitu?

Jumat, 22 Januari 2010

Desaku

Desaku yang kucinta
Pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda
Dan handai taulanku

Tak mudah kulupakan
Tak mudah bercerai
Selalu kurindukan
Desaku yang permai

Makan di Gazebo


Kekurangan ruang, inilah ruang makan siang kita sekarang. Gazebo!
Malah seru..

Kamis, 14 Januari 2010

Hoist The Colors

The king and his men
stole the queen from her bed
and bound her in her Bones.
The seas be ours
and by the powers
where we will we'll roam.

Some men have died
and some are alive
and others sail on the sea
with the keys to the cage...
and the Devil to pay
we lay to Fiddler's Green!

The bell has been raised
from it's watery grave...
Do you hear it's sepulchral tone?
We are a call to all,
pay head the squall
and turn your sail toward home!

Yo, ho, haul together,
hoist the colors high.
Heave ho, thieves and beggars,
never shall we die.

Selasa, 05 Januari 2010

Senin, 04 Januari 2010

hordeng

Kemaren pas jalan muter-muter nyari wayang buat kado managernya Teman Jalan, mata tertubruk sesuatu yang membuat saya cengengesan.

Inget sesuatu.

Pada suatu hari, seorang kawan mampir ke rumah kami. Saat itu baru pindahan. Dia menggeleng-geleng kepala.

'AL, lo emang keterlaluan deh...'

Gak tau kenapa dia ngomong gitu. Gak nanya juga.

Beberapa hari kemudian, dia datang membawa bungkusan. Karena saya gak gitu ngeh itu untuk apa, maka saya taro aja di lemari. Suatu hari dia datang lagi, dan ngomel liat hordeng depan.

'Yang gue kesih ke elo waktu itu mana? Kan gue beliin tiga.'

Oh, itu. Apaan sih. Gak tau gue.

Saya meletakkan beberapa helai pemberiannya itu di depannya.

'Lo gak tau apa ini?'

Gak.

'Ini hordeng, AL.'

Ooo....

Dia melepas kain yang dipaku payung itu yang saya pakai buat nutupin jendela kamar, lalu memasangkan hordeng.

Saya jadi inget pula dengan suatu episode di Little Mosque season 3. Ceritanya Rayan dan JJ mendapat kado pernikahan yang lebih cepat datangnya. Dari salah seorang sepupu JJ di Dubai. Karena kesalahpahaman, akhirnya ntu kado terbukalah. Masalahnya, baik Rayyan, JJ, maupun Imam Amar gak ada yang ngerti sebetulnya barang apakah itu? Gak ada petunjuk sama sekali, gak ada merk apapun. Sampai segala cara mereka lakukan, tanya sana-sini, gak ada yang ngeh juga. Akhirnya, dengan perasaan yang gak enak, JJ nelpon sepupunya tanya apakah itu? Daaan, si sepupu ternyata juga gak tau. Karena mereka juga mendapat itu sebagai kado pernikahan. Weeks..

Sabtu, 02 Januari 2010

Parfum Lembut


Pengen nyobain parfum biang yang dijual di mal mal. Geret temen jalan yang ogah bener nemenin, tapi mau juga sih. Liat-liat, ada macem-macem aroma. Ada mangga, kok kayak orang ngerujak gini. Coklat, wah ini gawat. Ntar anak-anak gue yangka gue bawa cokelat banyak. Gak ada nangka atau pisang, yaa.. Duren? Kebayang pake parfum duren, hihi...

Inget ceritanya si AV tentang temennya yang pake parfum vanilla, sekantor heboh seharian karena bau kue. Dan itu belum akhir, karena pas sore di parkiran, si temen parfum vanilla itu dikerubutin tawon!!!

Duh, nyusahin juga kalo yang aneh-aneh gitu, yaa..

Karena sama sekali gak punya clue, akhirnya saya bengang-bengong aja. Si temen jalan juga udah kabur sendiri liat-liat jam. Dasar!!

'Coba yang ini deh..' Suara mengagetkan saya. 'Kayaknya cocok buat mbak.'

Saya menoleh, dan terkesima. Dia adalah seorang laki-laki yang seperti lembut. Bukan gemulai, tapi lembut. Atau cewek yang berpakaian seperti laki-laki tapi lembut. Entahlah!!

Dia menorehkan cairan dari suatu botol, otomatis saya cium. Enak juga...

Tapi saya diam saja.

'Kenapa? Terlalu lembut, ya?'

Situ yang terlalu lembut, batin saya. Adooh, ini cowo apa cewe sih?

Emang kalo cewe biasanya suka yang mana?

'Ya, tergantung cewenya juga, sih.. Karakter orang kan beda-beda, bisa keliatan dari penampilannya. Wajahnya..'

Nah, loh! Ini kok jadi baca kepribadian.

Ooo, kalo saya, mana yang cocok heheh..

'Kalo mbak ini, mungkin yang soft yaa.. Gak terlalu ngejreng. Gimana kalo yang ini?'

Saya mencium, dan tersenyum. Yep, saya suka yang ini.

Okeh..

'Mau berapa mili, mbak?' Dooh! Ni orang cowo apa cewe siiih..

Sampe perjalanan pulang masih inget-inget penjual parfum yang nampaknya meninggalkan kesan, huahaha..

Temen Jalan: Kenapa, senyum-senyum?

Saya: Inget tukang parfumnya... Lembut banget!! Gak kayak kamu!

Dijitak!!

lumpia basah


Kangeeen...

Yang di depan gerbang UNPAD biasanya pesen pedes banget, ya bang. Semua orang nyangka gue gila bener pedes. Sebenernya, selera pedes saya emang over. Bu Mely yang orang padang aja kalah telak sama saya. Tapi.. alasan lain adalah, saya belilumpia basah kebanyakan untuklauk makan dua kali.

Lumayan, irit...

Dua ribu rupiah dipotong dua. Setengahnya buat makan siang, setengahnya buat makan malam. Beli nasi biasanya di warung pojok kecil itu yang dibungkus pake daon pisang kecil-kecil. Satunya 500 rupiah. Kalo temen-temen cowo, sekali makan bisa 5 bungkus saking kecilnya. Kalau saya, beli dua untuk dua kali makan alias setiap makan satu aja.

Sering juga, di warung kecil itu beli usus yang digoreng dicampur daun kemangi. Beli seribu, buat dua kali makan juga, heheh.. Disaat yang bener-bener kering, makan siang cuma 3 cireng yang biar berasa dikasih saos sacetan. Seribu doang lumayan kenyang.

Gak pernah sarapan.

Masa-masa kuliah...

DOR!

Jumat, 01 Januari 2010

Tetangga.. Oh, tetangga..

Saya sedang asik bengong di ruang tamu tiba-tiba ada dua orang cewe datang. Tersenyum-senyum cengengesan liat saya.


‘Hai, kak..’


Hai…


Karena mereka berdua masih senyum-senyum simpul dan saya sungguh gak ngerti ni cewe-cewe mau apa mau ketemu sama siapa, maka saya pasang muka bingung yang sopan.


Plus cengiran..


hehehe…


Ibu saya liwat, langsung eh-eh-han.


Ada apa, nih?’ kata ibu.


‘Ini, bu.. Mau bayar kostan…’


Oh, anak kost, batin saya. Kirain siapa.


Oh, ya.. Ibu saya ini punya usaha kost-kostan.


Saya duduk lagi di tempat semula. Baca buku. Udah bosen bengongnya.


‘Pamit dulu ya, kak..’ kata mereka kepada saya. Saya bales senyuman.


Ibu saya memandang mereka pergi.


Bayar kostan aja ampe dua-duanya nongol?


‘Iya, terlambat. Takut dimarahin, kali. Gak mungkinlah. Ibu gak tega sama mereka. Biar terlambat terus, ibu gak pernah nagih. Kasihan..’


Emang kenapa?


Maka mengalirlah cerita, bahwa mereka berdua kerja sebagai pelayan toko di salah satu pasar. Kerja dari pagi sampai jam 10 malem, gak ada liburnya. Gajinya kecil sekali. 600 ribu.


’Ibu gak bisa bayangin’ mulai deh matanya berkaca-kaca. ’Buat bayar kostan, terus buat makan, belum ongkos. Namanya anak muda kan pengen jalan-jalan. Kasihan..’


Lah, ibu. Yang ngejalaninnya aja ringan, kok. Asal kita gak nambah beban mereka aja.


’Nah, itu.. Mereka berdua sering banget diganggu tetangga.’


Hah, maksudnya?


Saya tahu kamar disebelah mereka adalah cowo-cowo tinggal bareng.


Maka, cerita terus mengalir.


Beberapa bulan yang lalu, para tetangga minta agar cewe-cewe itu disuruh pindah aja. Alasannya, mereka berdua mencurigakan! Kayaknya, cewe gak bener! Ibu saya tentu gak asal gegabah. Selidik punya selidik, ternyata tetangga itu kena pengaruh oleh seorang ibu yang lebay yang tinggal di depan rumah kami. Gak tau kenapa itu ibu gak suka banget sama mereka.


Maka, alih-alih mengusir, ibu saya pun membela mereka.


Berbulan-bulan kemudian, dua cewe itu mengajak bicara. Ternyata mereka sudah lama mendapat semacam intimidasi. Kali ini, dari anak kostan juga. Awalnya, mereka suka dimarahin gara-gara pulangnya malem. Gak bae cewe-cewe pulangnya malem. Karena si anak kostan yang marahin itu adalah seseorang yang deket dengan ibu saya, maka mereka iya..iya aja.


Tapi yah namanya juga kerjanya emang sampe malem. Toko baru tutup jam 10, jadi gimana dong? Blum kalo disuruh beberes dulu. Teteup aja kan mau gak mau pulangnya malem? Ya, gak?


Dari yang tadinya dimarahin, sekarang mereka berdua mulai diancam-ancam segala. Setelah berminggu-minggu terjadi, mengadulah mereka.


Ibu saya kaget. Sebab ibu saya tau, mereka pulang kerja udah malem. Karena itu gak pernah dipermasalahin kalau pulang malem. Kenapa tiba-tiba si, kita sebut aja AK, ai AK itu ngomelin anak orang?


Ibu mengajak bicara AK. Jangan begitu, AK, kata ibu. Kasihan mereka Cuma dua cewe di kota ini gak punya sodara.


AK nurut.


Selidik punya selidik, ternyata AK pun dipengaruhi oleh si ibu depan rumah. Geleng-geleng kepala. Apa sih yang bikin tuh ibu dengki anget sama dua anak cewe itu.


Beberapa hari yang lalu, ibu saya kembali dapet komplen tetangga. Tentang dua cewe itu lagi. Kali ini, si ibu depan rumah yang ngoceh. Yah, lumayan. Kali ini dia ngomong atas namanya sendiri.


’Bu Ustadzah depan rumah itu komplen ke saya,’ kata tetangga depan rumah. ’Cewe-cewe itu kalo nyetel musik kenceng. Berisik.’


Emang sih, kebiasaan pagi sebelum berangkat kerja, mereka berdua nyetel musik. Tapi seinget saya, gak gitu mengganggu. Justru si ibu depan rumah kalo nyetel music alaihissalam kencengnya.


Maka pagi selanjutnya, ibu saya sengaja keluar saat dua cewe itu nyetel music. Bu Ustadzah depan rumah nyiram kembang. Ibu saya pun berkebun. Tu kamar dua cewe terbuka lebar di dalamnya mereka berdua ngobrol sambil siap-siap kerja.


Ibu saya pengen tau reaksi Bu Ustadzah. Kalo emang sering komplen, beliau akan bilang ke ibu saya. Bu Ustadzah ini orangnya terus terang.


Tapi beliau tenang aja. Senyum-senyum.


Dua cewe itu mematikan musik, mengunci pintu, menuruni tangga, lalu jalan melewati Ibu Ustadzah.


’Nyiram bunga, Bu?’ tegur salah satunya.


’Iya, nih. Mau kerja neng?’ Balas Bu Ustadzah.


’Iya.. Bu, mari..’


’Silahkan.. Rajin yaa..’


Ibu saya tersenyum. Gak ada masalah, kok..


Hah, tetangga... Tetangga...

Pengalaman Pertama 2010

Hal pertama yang saya alami di tahun 2010 ternyata adalah dihisap lintah.

Gara-garanya saya lari-lari keluar rumah gak pake sendal pengen liat kembang api yang meleduk, tau-tau kaki ngijek sesuatu yang engket. Biar aja. Kok geli-geli gimana gitu. Pas liat, gak taunya lintah.

Ada 4 di depan rumah saya, euy..