Selasa, 29 Juni 2010

Minggu, 27 Juni 2010

Baru Tahu

Saya baru tahu, kalau hidupmu penuh dan berat, kawan. Sepanjang kita berdampingan, kamu gak pernah kasih clue tentang itu. Saya tahu kamu berjuang setiap hari, hanya saja, saya tidak tahu kamu menyimpan perih dan tangis di dadamu.


Saya baru tahu, saat saya menangkap hening. Dan yang saya ingat adalah pembicaraan kita di waktu itu, saat saya berkobar emosi dan baru pulih. Saya harap, saya bukan kupu-kupu untukmu.

Kalian menghormati aku; namun bagaimana bila suatu hari nanti rasa hormat itu harus tumbang? jagalah agar patung yg tumbang jangan menjatuhimu mati

Friedrich Nietzche

Orang membayar jasa seorang guru buruk jika tinggal sebagai murid

Friedrich Nietzsche

Manusia yang berpengetahuan harus mampu, bukan hanya mencintai musuhnya, tapi juga membenci temannya

Friedrich Nietzsche

Rabu, 23 Juni 2010

kadang

this post removed

Senin, 14 Juni 2010

Paper Plane

I fly like paper, get high like planes
If you catch me at the border I got visas in my name
If you come around here, I make 'em all day
I get one down in a second if you wait

Jumat, 11 Juni 2010

Mesra dan Porno

Bos: Bu, ibu kan yang sering berhubungan dengan internet, ya, kan? Saya minta tolong, bisa?

Saya: Apa?

Bos: Cariin adegannya Ariel itu dong. Istri saya pengen tahu katanya. Abis di TV heboh banget gosipnya. Kayak gimana, sih!

Saya: Lah, itu kan pornografi, Pak.

Bos: Oh, porno? Bukan adegan mesra mesraan?

Saya: Wah, gak tau juga, ya.. Tapi kayaknya, itu porno kan? Iya kan? (bingung..)

Bos: Istri saya pengen tau katanya. Emang gak bisa cari yang bukan di daerah porno, ya, Bu? Ibu kan suka download-download..

Saya: Ya tapi kalo Bapak minta saya download filmnya Ariel sama Luna Maya, itu artinya Bapak nyuruh saya mendownload film porno. Yang bener aja, Pak...

Bos: Ooo, iya, yaa... Emang gak bisa Ibu download aja gak usah lihat. Masukin di flashdisk saya, gitu...

Saya: Gak mau, ah! Pak, kita bukan cuma gak boleh minum khamr, tapi juga gak boleh jual khamr. Gak boleh dititipin ngebiliin khamr untuk orang lain. Baik melakukan, maupun memfasilitasi, sama-sama salah. Gak mau saya!

Bos: Tapi istri saya pengen tau katanya...

Saya: Bapak bilang aja sama istri Bapak kalo itu pornografi. Gak usahlah liat-liat kayak gitu. Kalo tetep mau kasih buat istri, Bapak cari aja sendiri. Tuh, banyak komputer nganggur. Yaa, itu kalo Bapak gak malu sama profesi Bapak.

Bos: (diam...)

Bos: Ya udah, deh. Paling istri saya bete aja. Soalnya tadi dia bilang pengen tau dan nyuruh saya cariin fotonya Ariel lagi mesraan sama Luna Maya yang bikin heboh itu saya bilang okeh...

Saya: Bapak bilang aja sama istri bapak kalo itu porno.

Bos: Wah, kalo gitu alhamdulillah. Saya jadi tau. Makasih, ya, Bu... (pergi)

Saya: (mikir: ini bos saya beneran gak ngeh atau pura-pura ak ngeh, ya.. Well, jadi orang husnudzon ajalah )

Saya:

Kamis, 10 Juni 2010

At Your Side

I'll be at your side
There's no need to worry
Together, we'll survive
Through the haste & hurry
I'll be at your side, if you feel like you're alone
And you've nowhere to turn
I'll be at your side

Minggu, 06 Juni 2010

Understand this, I mean to arrive at the truth. The truth, however ugly in itself, is always curious and beautiful to seekers after it.

Agatha Christie-he Murder of Roger Ackroyd

Who what am I?

Who what am I? My answer: I am the sum total of everything that went before me, of all I have been seen done, of everything done-to-me. I am everyone everything whose being-in-the-world affected was affected by mine. I am anything that happens after I've gone which would not have happened if I had not come. Nor am I particularly exceptional in this matter; each "I", everyone of the now-six-hundred-million-plus of us, contains a similar multitude. I repeat for the last time: to understand me, you'll have to swallow a world

Salman Rushdie-Midnight's Children

Sabtu, 05 Juni 2010

jika kita tak mampu hidup bersama maka matilah sendirian

hey kamu yang dua kali sudah menghantuiku

Kita dalam perjalanan pulang. Bukan ke tempat dimana kita lahir atau berdiam orangtua kita.
Duduk di meja bundar dengan dua gelas kopi dan roti tawar isi selai kacang cokelat.
Bagimu, aku tahu, ini adalah minimal kali kedua dan bagiku mungkin pertama.
Dan kamu menunggu seseorang.

Kita bertiga kembali ke tempat dimana aku pernah tinggal.

Kamis, 03 Juni 2010

Siap Jadi Janda

Ini cerita gak penting banget. Cewe banget, dah! Ngebosenin. Tapi, mungkin bisa jadi bahan pemikiran.


Semalam, sedang asik berbaring menunggu mata terpejam ditemani Harun dan Lautan Dongeng-nya Salman Rushdie, pintu diketuk. Dua orang datang dan beberapa saat kemudian, saya dan teman serumah saya harus menjadi saksi dari drama emosional antar dua orang manusia yang terlibat hubungan pertunangan. Drama ini berakhir dengan tamparan keras yang mengejutkan semua pihak.


Saya ikut keseret-seret dikit.


Okeh, ada dua orang perempuan. Berteman. Dua orang ini bisa asik bareng tapi gak pernah juga saling curhat-curhatan masalah pribadi. Maka kita sebut saja teman. Mari kita beri inisial A dan B. Lalu ada guy1, pacarnya si B.


Si A hanya pernah bertemu si guy1 beberapa kali tanpa banyak interaksi. Hanya jika si B bawa-bawa si guy1 lalu hang-out bareng-bareng lingkaran pertemanan. Suatu hari guy1 jadi suka nelpon A membicarakan B. Isi pembicaraannya biasa antar teman. Sampai suatu hari, salah seorang kawan A mengatakan bahwa B dan guy1 tidak lagi bersama.


Guy 1: Iya…


A : Kenapa?


Guy 1 : Itu kan bukan urusanmu..


A : Okeh, sori.. Gua baru tahu aja.


Guy : Soalnya, ada cewe lain.


Guy 1 saat itu berbohong. Tapi A gak tau dan percaya dengan itu. Sebab sehari sebelumnya, A Baru saja bertemu dengan B yang curhat pajang lebar. Betapa dia gak bisa melupakan guy1 dan masih mengharapkan.


B: Dia itu bilang sama gue kalo dia bareng sama cewe lain. Cewe itu temen gue. Lo bisa ngebayangin gak sih gimana perasaan gue?


Yup, cewe A itu saya. Dan pembicaraan yang saya tuliskan adalah pembicaraan saya yang terakhir dengan guy1, sampai semalam. Saat dia entah bagaimana, tiba di depan pintu saya.


Sekarang, kita lihat dari sisi guy1.


Guy 1 punya cewe kita sebut saja B. Suatu hari, si B ini mengaku kepada guy 1 bahwa dia punya pacar lagi yang kita sebut saja sebagai guy 2. Ini membawa hubungan mereka jadi berantakan. Lah, iya, laaah!!!

Guy 2 tahu tentang guy 1. Tapi kelebihannya guy 2 ini adalah, dia juga kenal dekat dengan ibu si B. Ibu si B tadinya netral agak cenderung ke guy 2. Tapi itu terserah anaknya.


B perlu waktu lama memilih dan menggantung 2 orang laki-laki sampai mereka masing-masing tertekan. Dalam keadaan tertekan itu, guy 1 melarikan diri dengan hang-out kepada cewe A. Bagi guy 1, hanya sekedar tempat istirahat aja. Menyenangkan punya temen hang-out yang gak perlu mengkhawatirkan perasaan cinta-cintaan. Toh si A tau guy 1 itu sama B, jadi gak mungkin kan si A mengharap apa-apa.


Tapi ternyata masa istirahat ini jadinya panjang dan mulai mengarah semakin dekat. Dan itu semua berakhir karena B tau-tau curhat sama A. Ini akhir dari PDKT A dan guy1.


Sekarang, dari sisi B.


B percaya bahwa guy1 diam-diam bareng sama A, tapi dia gak bisa konfrontasi langsung karena dia juga bermasalah. Jadi, dia menerima lamaran guy 2, lalu mereka bertunangan. Ibunya bahagia. Ayahnya B yang sebenernya lebih suka dengan guy1 okeh-okeh aja dengan itu.


Setelah pertunangan, barulah kemudian masalah besar datang. Guy 2 ternyata bukan seperti yang diperlihatkan sebelumnya. Dia posesif banget. Sampai B gak bisa lagi kemana-mana dan ngilang dari hubungan petemanannya. Cewek maupun cowok. Sebulan sebelum pernikahan, tindakan fisik mulai dilakukan. Tampar! Gampar! Jenggut!


Cerita kemarin.


Sesuatu membuat B akhirnya gak tahan. Pulang kantor, dia pergi ke kantornya guy 1. Guy 1 yang sudah sering dicurhatin sama B cuma nyuruh B untuk jujur sama orangtuanya. Tentang apa yang terjadi. Curhatan itu berlangsung sampai malam dan akhirnya, guy 1 nyuruh B pulang. Tapi B gak mau pulang karena takut kena gampar orangtuanya yang gak mau terima kalo anaknya pulang malam.


Maka guy 1 mengantarkan B ke......tempat tinggal A.

………………………………………


Saya senang aja mereka tiba-tiba nongol. Udah lama gak ketemu dua-duanya, soalnya. Tapi, yah, saya baru tahu kalau ternyata saya ketinggalan banyak cerita. Tapi cerita masih berlanjut. Baru saja guy 1 pulang, telpon berdering dari guy 2. Moarah-marah karena seharian gak berhasil menghubungi B. Dia gak percaya bahwa B menginap di rumah temen ceweknya. Sampai akhirnya si B memberikan alamat untuk membuktikan.


Bad idea!


Guy 2 nongol, dan perang terjadi. B sampai memohon-mohon maaf karena pergi seharian tapi terus saja bentakan demi bentakan keluar dari mulut guy 2. Saya dan Eni yang tadinya mengkerut di pojokan mulai ikut emosi. Apalagi Eni. Sebagai pemilik rumah, dia bilang gitu, tuh, Eni menyuruh guy 2 keluar. Kalo gak, dipanggilin Pak RT!


Guy 2 tambah sewot, dong. Dia mulai melampiaskan kemarahannya ke orang lain yaitu saya. Dia tahu bahwa B diam-diam sering ketemu guy 1 dan itu semua gara-gara saya. Karena saya ’putus’ sama guy 1 akhirnya bikin semuanya kacau balau lagi.


Di titik ini, saya udah kepusingan sendiri. Duileeeh, nonton sinetron aja gak pernah ngerti, gimana menghadapinya sendiri. Ruwet banget, sih!!!


Lalu...


PULANG!!!


Teriak guy 2.


B gak mau dan akhirnya...


PLAK!!!!


Semuanya bengong.....


PULAAAANGG!!!!


GAK MAUUU!!!


Itu semua diakhiri dengan Eni tau-tau udah megang tongkat kasti dan mengayunkan ke kepala Guy 2


‘Lo kalo gak pergi dari rumah gua sekarang juga ini tongkat mendarat di kepala lo!’


Tu orang pergi. Entah karena takut, tapi kayaknya sih, lebih karena malu soalnya di depan rumah udah ngumpul cowo-cowo nerd tetangga yang semuanya melongo tapi siap membantu tiga cewe cantik ini, heheh...


Percakapan antara saya dengan B pagi ini:


Saya: Kenapa lo gak coba jujur aja sama orangtua lo tentang hal ini?


B: Udah…


Saya: Trus?


B: Masalahnya, ibu gue itu lebih percaya guy 2 daripada gue.


Saya: Loh, kok, bisa?


….. (hening)


B: Lagi pula, undangan udah dibuat. Kalo ada apa-apa, mau ditaro ke mana muka kita.


Saya: Tapi, ini kan hidup lo sampai…nanti. Sampai seumur hidup lo, atau dia.


……………… (hening)


Saya: Gimana pendapat bapak, lo. Bapak biasanya lebih bisa ngerti anak ceweknya, kan?


B: Iya, emang. Bapak gue bilang, dia tahu kalau gue bingung memutuskan. Dia juga tau, kalo gua baru ngeh sama perasaan gua saat gua tahu kalo guy1 sama lo. Tapi itu udah terlambat. Gua udah terlanjur nerima guy2. Jadi bapak nyuruh gua untuk ngelanjutin sama guy2.


Saya: Tapi, bapak lo kan sukanya sama guy1.


B: Tapi bapak gue pengen liat ibu gua hepi.


………..(hening)


B: Kalo lo jadi gua?


Saya: Tau, deh! Kawin lari, kali. Atau, yah, ngadepin camer bilang batal. Terserah, dah! Gua kagak mau dikurung, bok! Apalagi dijadiin samsak.

………


Saya: Udah, lo kawin aja sama guy1. Lo berdua kan masih sama-sama sayang. Gua kira, bapak lo bisa ngerti. Bapak lo kan suka sama guy1. Pasti mau ngerti, deh! Apalagi kalo dia tau bahwa lo suka digebuk sama guy2.


B: Gua kan udah bilang, bapak gua itu maunya ibu gua hepi. Kalo gue melakukan itu, mungkin gua bakalan digamparin sama orangtua gua.


Saya: Loh, mendingan digamparin sama orangtua. Udah selesai, kan, udah! Kalo lo nikah sama guy2, gak ada yang tau sampai dimana batasnya. Bisa seumur idup! Pernah nonton oprah, gak, sih?


B: Yang pasti, gua udah siap...


Saya: Siap apa? Siap babak belur?


B: siap jadi janda.

……………….


B: Orang kan harus bertanggungjawab sama apa yang dia pilih, AL. Dari awal, ini udah salahnya gue.


Saya: Yaaa, tapi kalo masih ada waktu memperbaiki, kenapa enggak, sih?

Rabu, 02 Juni 2010

Jika Nanti Aku Jatuh Cinta

Allahu Rabbi, aku minta izin
Ketika suatu saat nanti aku jatuh cinta

Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan adanya engkau
Allahu Rabbi, aku punya pinta
Ketika suatu saat nanti aku jatuh cinta

Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh
Allahu Rabbi, izinkanlah
Ketika suatu saat nanti aku jatuh cinta

Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan cinta-Mu
Dan membuatku semakin mengagumimu
Allahu Rabbi
Ketika suatu saat nanti aku jatuh cinta

Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu
Allahu Rabbi, pintaku yang terakhir
Ketika suatu saat nanti aku jatuh cinta

Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu

Dari KUMPULAN DOA-DOA ISLAM SEHARI-HARI's notes

Selasa, 01 Juni 2010

Guru, Orangtua, Buku Teks Ajar, dan Komunikasi


Suatu hari, saya membaca sebuah kisah kecil yang dituliskan oleh seorang ibu di blognya. Dia mengisahkan suatu insiden yang menimpa anaknya di sekolah dan dia merasa sangat kesal karena itu. Begini ceritanya:

Sang anak ditegur oleh gurunya karena telah mengisi latihan-latihan yang terdapat di buku teks ajar di rumah. Bukan apa-apa, sang guru nampaknya agak bingung saat menugaskan anak-anaknya untuk mengisi latihan di sekolah, seorang ada yang sudah mengisinya di rumah. Lalu keluarlah kata-kata yang ternyata menyakitkan sang anak. Saya bilang menyakitkan, karena kata-kata itu sampai kepada ibunya:

’Sekalian aja yang sekolah ibunya kalau begitu.’

Sang ibu yang merasa agak tersinggung mempertanyakan kreatifitas sang guru. Latihan itu dia suruh anaknya kerjakan di rumah untuk kegiatan belajar di rumah. Lalu kenapa gurunya bisa bilang begitu? Seharusnya sang guru lebih kreatif dikit, dong! Memberikan tugas di sekolah gak usah dari buku. Lagian kok rasanya gak percaya banget kalo si anak mengerjakan latihan itu di rumah?

Kejadian senada pernah menimpa saya beberapa tahun yang lalu. Tapi saya tidak sampai mengatakan hal tersebut kepada anak-anak dan alhamdulillah, sang ibu tidak melakukan apa-apa selain mengirimkan surat protes panjang kepada saya, sehingga saya bisa lagsung menjelaskan kepadanya. Dialog antara kami pun terbuka dan kami mencapai keadaan saling memahami.

Ketika pertama kali mengajar, bisa dikatakan, saya sangat blank dengan pekerjaan yang saya geluti ini. Saya bukan jebolan sekolah pendidikan. Latar belakang saya ilmu sosial. Dan yang saya tahu mengenai bagaimana mengajar yang baik adalah dari potongan-potongan kisah di buku-buku tentang sekolah seperti Totto Chan dan sejenisnya. Juga dari film-film tentang guru yang meginspirasi macam Dead Poet Sociaty dan seterusnya. Saya punya keinginan untuk menjadi guru seperti mereka, tapi metodenya saya gak tahu. Bahkan saya agak blank dengan sistem pendidikan macam sekarang.

Saya masuk pada akhir diberlakukannya kurikulum KBK awal KTSP. Kurikulum yang jauh berbeda dengan yang pernah saya dapatkan di sekolah dahulu. Pun saya mengajar di sekolah dengan sistem fullday. Artinya, anak-anak berada di sekolah benar-benar sepanjang hari. Dari pukul 7 pagi teng masuk sampai pukul 3 sore. Pelajaran sekolah serta seluruh kegiatan dijadikan satu paket di sana.

Satu hal yang membuat saya agak melongo saat pertama kali mengajar adalah bahwa anak-anak tidak diberi PR. Okeh sebenarnya sistem tidak ada PR ini tidak berlaku di semua sekolah. Beberapa hari yang lalu, saya pernah berada dalam suatu pelatihan dan sang pemateri berdebat keras mengenai keputusan tidak memberikan PR tersebut dengan beberapa orang guru swasta. Sang pemateri sama sekali gak bisa menerima, bagaimana mungkin anak-anak tidak diberikan PR.

Sebenarnya, yang namanya ’tidak memberi PR’ itu bukan berarti anak-anak tidak diberi tugas apapun di rumah. PR yang tidak diberikan ini maksudnya adalah anak-anak tidak lagi diberi PR model konvensional macam kita sekolah dulu. Disuruh ngarjain LKS berlembar-lembar yang isinya soal pilihan ganda dan isian. Bahkan, beberapa kisah yang saya dengar dari rekan-rekan dan sempat saya temui sendiri ketika sekolah adalah, jalannya kelas ya hanya ngerjain LKS aja. Ngerjain soal melulu. Kalau tidak ngerjain soal, ya, dengerin guru ngoceh atau mencatat. Tugas tetap ada dan tetap harus dikerjakan, namun dalam bentuk yang lebih beragam lagi.

Tugas atau PR bagi kelas 1 SD di tempat saya adalah tugas-tugas yang leih merupakan lifeskill mereka. PR minggu ini adalah berusaha untuk membereskan tempat tidurmu sendiri, minggu depan belajar untuk memakai baju sendiri. Hal-hal seperti itu. Kelas dua mungkin lebih berat saat mereka harus belajar untuk mencuci piring, menyapu lantai, mengepel, dan seterusnya. Sedangkan untuk kelas besar, tugas yang diberikan kebanyakan melakukan risert kecil-kecilan lalu menuliskan laporannya. Membuat artikel mengenai salah satu tokoh sejarah misalnya, atau melakukan pengamatan dengan meminta mereka untuk mengubur beberapa benda di dalam tanah, untuk kemudian mengeluarkannya lagi. Mencari tahu mana benda yang dapat membusuk dalam tanah, mana yang perlu waktu lama. Hari ini saya memberikan tugas kepada anak-anak saya untuk mencari apakah ada negara di dunia ini yang tidak memiliki tentara. Dan jika ada, silahkan cari negara mana saja itu. Besok kami akan mendiskusikannya. Saya akan meminta opini mereka mengenai hal tersebut.

Maka, yang namanya tugas untuk mengerjakan soal di rumah nyaris tidak ada.

Soal adalah kerjaan di sekolah. Dan biasanya tidak dalam jumlah yang banyak. Karena kalau bisa, harus dapat selesai di sekolah sehingga dapat langsung dibahas dan dinilai saat itu juga. Tapi tentu tugas mengerjakan soal di rumah diberikan juga sesekali.

Pada kelas kecil, khususnya kelas 1 SD di tempat saya ini, anak-anak tidak membawa buku teks ajar mereka pulang ke rumah. Ini dikarenakan sistem di kelas kecil (kelas 1-3) adalah tematik, dan bukan mata pelajaran. Artinya, pelajaran diberikan di dalam kelas berdasarkan tema.Misalnya bulan ini mengenai keluarga, maka semua pelajaran akan membahas mengenai keluarga itu. Dalam PKN mungkin akan dibahas hak dan kewajiban anak dan anggota keluarga lain di dalam lingkup keluarga. Pada matematika anak akan diminta menghitung jumlah anggota keluarga, dan seterusnya. Jadi setiap guru masuk, pembahasan bisa langsung pula masuk beberapa mata pelajaran sekaligus. Bisa SBK, Bahasa Indonesia, dan IPS. Cara guru menyampaikan pelajaran juga tidak sama dengan kelas 4-6 yang berdasarkan pelajaran. Guru masuk mungkin langsung mengajak anak nyanyi naik kereta api sama-sama sambil tepuk tangan. Kadang sambil keliling kelas sambil beriringan seperti kereta api. Ini SBK-nya. Lalu kemudian diskusi kecil-kecilan mengenai macam-macam alat transportasi yang mereka temui sehari-hari sambil nyanyi lagi lagu-lagu transportasi. Mengidentifikasi macam-macam alat transportasi, ini IPS. Lalu kita bercerita di depan kelas mengenai pengalaman naik alat transportasi, ini IPS dan Bahasa Indonesia. Lalu anak diajak menuliskan cerita mereka di atas kertas, ini Bahasa Indonesia dan IPS. Terakhir, mungkin sama-sama menggambar alat-alat transportasi. Maka, dengan sistem pengajaran seperti ini, yang namanya mata pelajaran praktis tidak lagi berfungsi. Hari senin minggu ini apa yang dibahas mungkin beda dengan apa yang dibahas minggu depan. Tentu ada perencanaannya dan guru biasanya sudah menyiapkan daftar buku per minggu apa saja yang musti di bawa. Tapi, pada akhirnya ini agak ribet. Orangtua murid suka kebingungan sendiri dan anak-anak masih belum dapat memanajemen dirinya dengan baik. Karena itu, buku pelajaran biasanya disimpan di sekolah.

Bagi orangtua, sistem seperti ini agak mencengangkan. Protes yang biasa adalah tentang buku teks yang musti ditinggal di sekolah. Ini menyebabkan OTW bingung mengawasi belajar anaknya di rumah. ’Kita kan bukan guru, Bu. Mana kita tau pembahasannya tentang apa. Kalo gak ada buku, gimana anak-anak belajarnya?’

Itu protes yang baik. Langsung beritahu apa yang bikin susahnya ke guru sehingga dapat dicari solusinya. Gak asik banget kalo OTW langsung serta merta menyeletuk: Ah, gurunya males banget ngingetin anak-anak untuk bawa buku, sih.

Kadang begini kata-katanya, ’Kok gak percaya banget sh anak-anak belum bisa menyiapkan bukunya sendiri. Gak percaya banget sama orangtuanya’

Dengan segala hormat saya, Pak, Bu, bukannya gak percaya pada anak Anda atau Anda, tapi anak-anak itu beda-beda. OTW juga kesibukannya beda-beda. Alhamdulillah anak Anda sudah bisa mandiri, lalu bagaimana dengan anak yang lain? Dan menetapkan peraturan beda-beda pada setiap anak nantinya akan lebih ribet lagi. Bukan hanya orangtua yang merasa di beda-bedakan, anak juga akan merasa dibeda-bedakan. Kita membahas kelas kecil, loh, ya. Kemandirian tetap merupaka isu penting, tapi membiasakan untuk itu musti dengan bertahap juga.

Maka untuk hal-hal seperti ini memang harusnya komunikasi terbuka. Jika ada yang merasa gak sreg, tanyakan saja langsung pada guru. Saya kira, guru akan menjelaskan dengan suka hati. Kalau tidak mau menjelaskan, kritik saja dia. Sebab itu kan tugasnya, heheh…

Kasus yang terjadi bahwa pada awal tulisan ini pun terjadi di tempat saya dan sempat jadi pembahasan antar guru. Sejak awal kita sudah memberi tahu untuk tidak mengerjakan soal buku teks ajar di rumah. Sebab, dengan mengerjakannya di sekolah, tepat setelah pembahasan, guru ingin tahu, seberapa efektif pengajarannya barusan. Apakah anak sudah mengerti? Kalau sebagian besar anak tidak dapat mengerjakannya dengan baik, maka kemungkinan anak belum mengerti. Harus diulang atau metodenya dirubah.

Tapi kemudian banyak anak yang ternyata sudah mengerjakan soal latihan di rumah.

Lalu kami membuat soal sendiri untuk dikerjakan di sekolah berbeda dengan yang di buku. Ini membuat beberapa OTW jadi protes juga: Lah, kalo gitu, buat apa buku teks dibeli? Soalnya gak pernah dikerjain (karena guru membuat soal sendiri di sekolah) trus gak pernah dibaca pula (karena jaman sekarang udah gak asik banget guru masuk langsung berceloteh: ayo anak-anak buka halaman sekian, baca, jangan berisik.)

Protes mengenai kenapa buku teks ajar nampaknya gak pernah digunain adalah protes yang paling sering saya hadapi. Setiap tahun. Dari OTW anak baru yang belum kenal dengan cara saya mengajar. Karena terus terang, saya jarang sekali menyuruh anak untuk membuka buku teks ajar atau membahasnya secara berurutan patuh apa kata buku. Pada setiap kelas yang saya pegang, maka nampaknya akan mengacak sana-sini. Sebenarnya, tidak begitu. Biasanya pada awal tahun, saya sudah mengumpulkan semua materi yang harus sampai kepada anak-anak. Saya kumpulkan berdasarkan topik, lalu saya rancang dalam betuk kegiatan. Maka terkadang memang mengacak-acak dari buku. Bab pertama tidak selalu saya bahas pada awal tahun, kadang saya tarik bab ke 6 duluan. Ini tentu dengan penilaian saya sendiri. Misalnya, apakah topik ini saya perkirakan akan berlangsung lambat karena susah, atau saya kaitkan dengan pelajaran lain yang membahas topik serupa sehingga jalannya kelas tidak mengulang-ulang. Lagipula, saya biasanya tidak mengambil sumber dari buku teks tertentu saja. Suatu topik yang dibahas sumbernya saya ambil dari mana-mana. Dari banyak buku teks koleksi saya sendiri. Trimakasih untuk program BSE yang bagi saya sangat bermanfaat sekali karena memudahkan saya dalam mengoleksi berbagai macam buku teks. Juga saya ambil dari sumber-sumber diluar buku teks ajar seperti internet, atau buku-buku lain.

Lalu, buat apa buku teks ajar yang dipunya anak-anak saya itu? Ya, untuk mereka belajar di rumah. Saya biasanya akan memberi tahu bahwa pada hari yang akan datang, kita akan membahas mengenai apa. Baca dulu di rumah kalo gak mau melongo kayak sapi ompong di kelas nanti karena gak nyambung saat awal pelajaran saya langsung masuk diskusi.

Gak heran kan kalau ada komentar dari OTW yang bilang: pelajarannya Bu Alifia selalu yang paling bikin bingung. Lompat sana-sini.

Obrolan dengan guru swasta pada yang akhirnya sekolahnya memutuskan untuk tidak memberikan buku teks ajar karena dianggap OTW gak berguna akhirnya membuat kebingungan juga karena OTW malah jadi sama sekali gak ada clue topik yang dibahas tentang apa. Walaupun sudah diberikan catatan topik apa yang dibahas di semester ini, OTW pun bigung nyari bahannya dimana?

Nah, susah juga kan?

Kembalilah saya kepada komunikasi. Itu kuncinya.