Rabu, 31 Maret 2010

pengajian

Ternyata, jadi ibu-ibu PKK dan rumah tersulap jadi sekrenya PKK atau lebih tepatnya sih, tempat naro barang-barang posyandu itu gak cukup. Setelah hampir dua minggu gak pulang-pulang ke Eni (Sumpah, saya bingung redaksionalnya. Kalo bilang rumah kami, lah, itu bukan rumah saya. Secara teknis kan saya hanyalah seorang teman yang tinggal disana sementara waktu) maka saat nginep disana lagi, hal yang pertama membuat kaget saya adalah sebuah kabar bahwa pada malam Kamis minggu ini, akan ada pengajian ibu-ibu di rumah.

Lah, bagaimana caranya? Gimana ceritanya coba bisa begitu?

Okeh, sebenernya itu adalah keterkejutan yang kedua. Keterkejutan yang pertama adalah, saat saya menemukan rumah banjir.

Ceritanya, saya kan selalu pulang lebih dulu, tuh. Nah, pas sampai di rumah, kebetulan habis hujan, dan begitu buka pintu, dahsyatt!! Air menggenang di lantai.

Ampun, saya tinggal dua minggu aja kok bisa banjir gini?

Ternyata itu gara-gara saya juga, hehe…

Beberapa waktu yang lalu, rumah bocor, dikit. Karena diantara kita berdua sayalah hobinya manjat-manjat, maka sayalah yang naik ke atas genteng buat ganti itu genteng yang pecah.

Masalahnya, saya kan rada pecicilan kadang-kadang, tuh. Maka, genteng satu yang bocor diganti, genteng yang lain pecah-pecah gara-gara keinjek-injek dengan terlampau semangat. Sejak itu, tiap hujan, banjirlah rumah. Berhubung penghuni yang tertinggal selalu pergi sangat pagi dan pulang malam begitu pulang langsung ngegeloyor tidur, jadilah gak keurusan sama sekali. Kalo kebetulan hari libur dan hujan, yaudah ember-ember dan baskom jadi saksi rintikannya. Kalo malam ujannya, hmm, saya Cuma bisa membayangkan bahwa dari cerita yang bersangkutan tinggal disana itu bahwa suatu kali dia tertidur di lantai ruang kerja, tau-tau terbangun paginya basah kuyup dari ujung rambut ke ujung kaki dengan air merembes sampai ke pakaian dalem. Gila! Untung gak badai dong bisa-bisa tu orang mati terbenam dalam keadaan tidur.

Ngepel sana sini, lalauuuu... Nenangga aja, deh! Ngobrol sana-sini, cerita bahwa rumah bocor, daaaan.... Bukan sulap bukan sihir, beberapa ibu menyuruh suaminya untuk bantuin benerin genteng!

Beauty of nenangga, hihi....

Temen serumah saya itu memang bener-bener gak pernah nenangga. Makanya sampai beberapa lama, orang-orang kira sayalah yang si empunya rumah. Dan untuk beberapa saat juga, pada seru aja tanya-tanya mengenai suami saya yang jarang banget keliatan itu.

’Teh, suaminya kalo pulang malem, ya? Kok gak pernah keliatan, sih?’

Hah? Suami saya?

’Ituloh suka keliatan motornya masuk ke situ..’

Ahahaha, si Eni disangka suami saya. Lah, iya juga sih kan tu orang save banget naik motornya. Selain helm yang nutup rapat banget, ditambah saputangan yang nutup mulut. Keliatan cuma matanya doang, itu juga dibalik kacamata, deh.. Siapa yang tau laki atau perempuan kalo sekilas, ya..

Oh, bukan. Justru itu yang punya rumah ini.

’Loh, kalo teteh ini, siapa?’

Saya pembantunya (senyum)

Keterkejutan yang kedua saat tau-tau, ibunya Eni telpon untuk nanyain kue apa aja jadinya buat pengajian itu.

Saya: Hah, kue? Pengajian apa?

Ibunya Eni: Pengajian ibu-ibu itu, loh, AL, kamu gak tau?

Saya: Gak tau… Saya dua minggu tinggal di mess soalnya.

Ibunya Eni: Loh, kenapa? Lagi marahan, ya?

Yeey, si ibu. Emangnya anak kecil suka marahan segala.

Saya: Saya sakit, Bu. Jadi tinggal di tempat yang lebih deket aja supaya gak capek. Ibu tau, kan. Kalo di rumah, ngajar anak-anak tetangga. Gak sampai hati nolaknya.

Ibunya Eni: Lah, gimana sih tu anak. Kok gak bilang-bilang kamu sakit. (Merepet. Beneran, deh! Saya itu kadang merasa jadi heripoter berhadapan sama emaknya ron kalo ngobrol sama ibunya Eni. Katanya, sih, diriku mengingatkan emak bapaknya Eni atas adiknya Eni yang sudah wafat)

Ibunya Eni: Iniloh, katanya malem kamis dapet giliran ketempatan pengajian ibu-ibu. Ah, ibu sama bapak aja deh yang ngurusin kosumsinya daripada kalian beli-beli segala.

Saya: (masih bigung)

Ibunya Eni: AL? Jadi, kue apa aja? Berapa jenis?

Saya: Aduh, saya juga gak tau ni, Bu.

Ibunya Eni: Hahh, kalian berdua, yah... Sama aja. Yaudahlah, pokoknya terserah ibu aja, gimana? Besok ibu dateng sekalian beberes, deh!

Saya: Iya, deh....

Nah itu gara-garanya adalah, malam kamis kemarin si Eni untuk pertama kalinya ikut pengajian ibu-ibu, yang kemudian langsung kena daulat giliran minggu depan. Alasannya, yang belum pernah kena jadi tuan rumah Cuma dia. Lagian, diakan sekretaris PKK, gitu, loh! (Apa hubungannya, coba?)

Rabu pagi, udah nongol dengan bawaan segambreng! Itu suami istri. Dan sekarang, nampaknya sedang duet maut di dapur masak dan mempersiapkan acara malam ini. Ustadznya, gampang, Pak Syarif aja, hihi... Yang langsung bersedia asalkan dikasih makan sampai kenyang! Gampang, Pak! Bisa diatur itu.

Hmm, mudah-mudahan berjalan lancar deh acara malam ini. Doakan, yaaa...

Haah, gak kebayang. Lain kali, apa lagi, yah?

Senin, 29 Maret 2010

no label pliss

Di sekolah, sedang ada evaluasi. Bagi anak-anak. Seorang terapis masuk kelas dan duduk seharian, lalu memberi tahu guru mengenai beberapa anak yang musti dikhawatirkan.

Belum sampai kelas saya baru diceritakan saja, dari kelas 1D.

Katanya sang terapis duduk seharian menonton, mengajak bicara sedikit-sedikit, lalu ngasih tau. Bahwa yang ini mungkin disleksia, yang itu terlalu tinggi kecerdasannya, yang ono hiperaktif, yang anu indigo.

Saya tidak senang mendengarnya.

Mugkin karena saya gak pernah gitu klik sama hal-hal kerja yang berhubungan psikologi (bukan orang yakin, sebab Eni, teman serumah saya, pun orang psikologi) entah saya hanya orang yang sering merasa terancam dengan hal yang baru

tetapi....

Saya gak seneng menemukan ada orang melabeli anak-anak saya.

Aku gak seneng menemukan ada orang melabeli anakku!

Dia hanya duduk seharian dan memberi cap yang mungkin akan membekas selamanya? No... No.... Jangan lakukan itu, please...Mereka manusia, bukan barang.

Kalau kamu adalah pekerja pabrik salah memberi label, mungkin berakibat salah kirim saja, tapi kepada manusia, bagaimanakah.....

(teringat The Spiral Staircase saat sang tokoh utama selama bertahun-tahun menderita karena salah diagnosis skizofrenia yang ternyata dia epilepsi)

Dan, sejauh yang saya rasakan, semakin tambah tahun dan hari menjadi guru, semakin hati-hati saya bertindak. Karena semakin menemukan bahwa manusia itu luas dan sangat luas. Maka saya tidak mengerti jika ada orang, atau profesi tertentu, mengevaluasi manusia, yang berani menetapkan label atas dasar observasi satu hari.

Yang mungkin aja saat itu si anak lagi bisa diajak bekerja sama, atau lagi rewel gara-gara bajunya gak nyaman atau kepalanya gatel karena belum keramas.

Hhh, mungkin saya hanya khawatir berlebihan aja....

Jumat, 26 Maret 2010

dont say you love me

I know this face I'm wearing now
I've seen this in my eyes
And though it feels so great, I'm still afraid
That you'll be leaving a

Rabu, 24 Maret 2010

percakapan beberapa hari yang lalu yaitu tentang umur kenyataan dan umur yang terasa

Saya: Gua kayak orang tua, ya?
Eni: Di Alifiaonline wordpress? Susah kalo tanya pendapat gua kan udah kenal lo utuh.
.......................
Saya: Iniloh....
Eni: Iya, iya........ Mungkin.
Saya: Padahal diremove umurnya itu karena malu ketuaan. Udah lewat seperempat abad kan udah tua.
...............
Eni: Belum, ah....
Saya: Sekarang malah jadi disangka udah lebih tua lagi
...............................
Eni: Abisnya lo nulis berasa udah mateng, berpengalaman. Trus suka begini..saya ingat waktu... saya jadi teringat beberapa tahun yang lalu saat... Lain kali, hindarin, tuh...
......................
Saya: Gayanya nenek-nenek cerita, ya?
Eni: Iya......
..........................
Eni: Jadi lo tambah keliatannya udah tua..

Selasa, 23 Maret 2010

nanti

Kalau pohon terakhir sudah ditebang, air dan udara terakhir sudah tercemar, baru manusia akan sadar bahwa dia gak bisa hidup dengan uang.

The Ting Tings

Imagine all the girls, Ah ah, ah, ah, ah, ah, ah, ah.
And the boys, Ah ah, ah, ah, ah, ah, ah, ah.
And the strings, Eee, eee, eee, eee, eee, eee, eee, eee.
And the drums, the drums, the drums, the drums, the drums, the drums, the drums, the drums, the drums, the drums, the drums, the drums.

Sabtu, 20 Maret 2010

kosong

Di dalam keramaian aku masih merasa sepi
Sendiri memikirkan kamu
Kau genggam hatiku
Dan kau tuliskan namamu

Selasa, 16 Maret 2010

Salman Rushdie's Midnight's Children 67

Kita semua berhutang kematian pada kehidupan

Minggu, 14 Maret 2010

foto diri


<

home

Akhi-akhir ini, saya jadi tambah sering gak pulang. Banyak kegiatan di sana-sini bikin pada Sabtu sore, saya akan terduduk menemukan diri ini gak mau kemana-mana selain mandi lama-lama, lalu duduk santai minum kopi dan buku atau film yang bagus.

Paling banter, berselancar di dunia maya.

Apalagi sekarang, teman serumah juga ogah pulang.

Tapi, sepanjang minggu ini, setelah melampaui minggu-minggu tidak pulang, saya didera rasa rindu yang hebat. Akan tawa dan canda gak penting adik-adik saya. Pada omelan ibu saya saat nyeret saya ke dapur buat nyuci piring. Dan, warna-warna yang ada.

Tersenyum.

Pulang, itulah tujuan kita. Sebuah tempat yang selalu kita rindukan. Betapapun kita selalu berada di tempat dengan warna yang cerah, yang tepat, dan bersama orang yang paling akrab paling nyaman berada di sampingnya. Tidak menghalangi untuk kita merindukan.

Pulang.

Ke pelukan keluarga.

Aku pulang.

Sabtu, 13 Maret 2010

KasakkusuK

Nanti tolong bapak-bapak sama ibu-ibu, kalo ditanya tentang alat tulis, bilang dapet, yah! Soalnya saya laporannya ke atas, bapak-bapak sama ibu-ibu dapet alat tulis tiap pertemuan. Kenapa begitu? Sebab, kan, bapak-bapak sama ibu-ibu sebenernya gak dapet ongkos gak dapet makan kalo kita pertemuan. Tapi kami pengurus bingung sama bapak-bapak dan ibu-ibu yang jauh-jauh harus datang kemari. Sedangkan dari sekolahnya sama sekali gak dapet ongkos. Makanya tiap kali datang bapak-bapak ibu-ibu dikasih uang transport 10 ribu untuk pengganti makan transport, itu.

Ooooo....

Sebenernya mah itu melanggar ketentuan, saya bisa kena ini. Tapi, yah, gimana lagi. Maka saya laporkan saja kalo tiap pertemuan, bapak-bapak dan ibu-ibu dapet alat-alat tulis baru.

Saya seru cekikikan dengan guru di sebelah saya:

Saya: Gile, itu kalo ada yang iseng baca laporan, heran kali, ya... Guru-guru di gugus ini gak pernah bawa alat tulis, hihihi..

Dia: Iya, ya.. Hihihi....

Pokoknya kita mah, saling mengerti saja. Seperti saya laporkan kalo kita ada biaya nyewa in focus sebetulnya mah, enggak. Masalahnya saya jauh-jauh ke Bandung nyari nara sumber buat pelatihan kita, tapi orangnya sibuk. Saya udah jauh-jauh pergi, gak dapet, kan bingung. Maka ongkos saya itu, dilaporkan saja nyewa in focus.

Ngangguk-ngangguk....

Soalnya kita kegiatan selama 6 bulan ini kan cuma dikasih jatah 24 juta. Harus cukup. Nanti laporannya dipereksa kalo gak bener bisa kena saya. Soalnya ini dananya asalnya dari bank dunia sama pemerintah belanda.

Iya..iya... ngangguk...ngangguk...

Saya gak mau kayak bendahara SDxx itu. Sok bapak-bapak sama ibu-ibu kalo mau menghadiri sidangnya. Saya denger ceritanya saja sudah kasihan. Diinterogasi polisi dari jam 6 pagi sampai jam 12 malam gak berhenti. Sampai stres.

Saya kasak kusuk lagi:

Saya: Ada apa sih?

Guru sebelah saya (GSS): Gara-gara dana BOS.

Saya: Kenapa dana BOS? Korupsi.

GSS: Jadi, mereka gak tau kalo dana BOS ga boleh buat seragam. Pas laporan, kenalah mereka Langsung ditangkap polisi.

Saya: Busyet!

GSS: Kalo dana BOS emang gak boleh buat beli seragam.

Saya: Kalo anak-anaknya gak punya uang buat beli seragam, gimana? Boleh sekolah gak pake seragam?

GSS: Ya gak boleh, lah. Pokoknya dana BOS gak boleh buat seragam.

Saya: (garuk-garuk kepala)

Saya: Gara-gara gak tau, kepsek SD xxx ditangkap? Diinterogasi dari jam 6 sampai jam 12 malem gak berhenti terus-terusan? Kenapa atuh Pak Polisi gak kayak gitu galaknya kalo sama pejabat koruptor?

GSS: Pokoknya, kita bersyukur aja gak ditunjuk jadi bendahara sekolah nanganin BOS. Pusing, da...

Saya: Kalo swasta boleh gak nerima BOS. Itu makanya sekolah saya sampai sekarang selalu menolak BOS. Bukan apa-apa, uangnya gak seberapa, laporannya bikin setres.

Ibu-ibu bapak-bapak, ada pengumuman baru nih Jadi dana bOS itu, sekarang udah gak boleh lagi untuk biaya maulidan. Soalnya buat makan-makan, itu. Tapi kalo buat beli TOA boleh.

Kalo buat bayar penceramah?

Yah, gak usah ada-ada. Kata pemerentah gak boleh, kita mah nurut aja. Ikuti program pemerintah.

Semua ngangguk-ngangguk.

Daripada dipenjara.

Trus dana BOS juga gak boleh buat tur.

Saya: (nyeletuk) kalo fieldtrip, juga gak boleh.

Gak boleh.

Saya: Tapi kan anak-anak juga perlu loh diajak belajar di tempat lain Ke museum misalnya. Gak mahal, kok! Paling ongkosnya aja. Kan tiket masuk museum murah-murah.

Pokoknya kata pemerentah gak boleh. Ini kan dana BOS, masa buat jalan-jalan. Kita nurut aja.

Daripada dipenjara.

Jumat, 12 Maret 2010

Sajadah Panjang

Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati

Rabu, 10 Maret 2010

rindu

Rindu kami padamu ya rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu ya rasul
serasa dikau di sini

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara besahaja

So Yesterday

If it's over let it go and
Come tomorrow it will seem
So yesterday
I'm just a bird
That's already flown away

Selasa, 09 Maret 2010

Adinda Kita

Anak-anakku lagi senang lagu ini. Nyanyi lagu ini melulu...

Aisyah adinda kita yang sopan dan jelita
Angka SMP dan SMA sembilan rata - rata
Pandai mengarang dan organisasi
Mulai Muharam 1401 memakai jilbab menutup rambutnya
Busana muslimah amat pantasnya

Aisyah adinda kita yang sopan dan jelita
Index Prestasi tertinggi tiga tahun lamanya
Calon insinyur dan bintang di kampus
Bulan Muharam 1404 tetap berjilbab menutup rambutnya
Busana muslimah amat pantasnya

Aisyah adinda kita tidak banyak berkata
Aisyah adinda kita dia memberi contoh saja

Ada sepuluh Aisyah berbusana muslimah
Ada seratus Aisyah berbusana muslimah
Ada sejuta Aisyah berbusana muslimah
Ada sejuta Aisyah, Aisyah adinda kita

Not One Less

Minggu, 07 Maret 2010

Cemburu

Kita cewek cewek kalo bertemen itu suka ribet, bagi saya. Sebab begitu kita menjalin yang namanya pertemanan, maka kita harus ikutan bagaimana teman kita itu. Jalan kemana, berpendapat apa, seleranya juga ikutan, dan yang ribet adalah bahwa yang namanya menjalin pertemanan sama cewek itu ada yang namanya cemburu.

Capek deh… Capek deh!

Itulah kenapa saya lebih hepi nongkrong bareng cowok Waktu SMA, saya punya genk cewe juga, tapi gak sering berinteraksi kecuali ngumpul kadang kadang. Seringnya, bareng temen cowok yang bagi saya lebih enak. Kalo lagi bete gak mau ikutan nongkrong gak pernah tanya tanya kenapa. Atau lebih buruknya, merasa bahwa kita marah sama dia seperti yang kalau kita berteman dengan cewek.

Waktu kuliah, saya pun berteman dengan cewek cewek. Suatu kali teman yang paling dekat bertengkar hebat dengan teman sekamarnya. Sang teman sekamar itu tau tau tiba di kamar saya, lalu curhat panjang lebar. Beberapa jam kemudian, giliran teman saya datang. Curhat juga. Lalu tau tau dia bilang:

’Gua gak suka dia dateng ke elo curhat. Elo kan temen gue, dia gak bisa dong curhat ke elo.’

Hai, itu aneh. Saya justru menganggap apa yang dilakukan sang teman sekamar itu hebat sekali. Sekarang saya berpikir dewasa sekali. Saat berantem dengan teman sekamarnya, bukannya ngegosip dengan teman temannya sendiri tapi membicarakan kepada saya, kawan dari si teman sekamar itu Yang tentu saja akan memberikan pendapat yang akan lebih berimbang.

Pernah juga saat saya sering kongkow dengan seorang kawan cewek, yang sampai saat ini menjadi sobat baik saya, seseorang bilang:

’Lo gak ngarasa ya dijutekin sama kakak anu?’

Oh, gak tau.

Orang kayak saya yang cuek bebek gak ngerti sindiran kayak gini mana sadar, hueheheh....

’Dia rada cemburu soalnya elo sering jalan sama dia. Lo gimana sih?’

Hah?

Melongo…Duileeeeh!! Iya, iya..gue ga sering kongkow sama die lagi. Busyet dah!

Pas udah kerja, ternyata pun hal hal seperti itu juga ada Salah satunya adalah dari kawannya Kirsan yang bekerja juga di tempat yang sama Si kawan ini dulunya teman kuliah Kirsan, bekerja di suatu sekolah, lalu pindah ke sini Awal awal dulu, dia sering ada masalah. Yah pokoknya konflik melulu. Suatu saat, dia mengirim SMS kepada Kirsan.

Gua pindah ke sini karena ada elo. Gua pengen kerja bareng sama temen gue. Tapi ternyata elo malah lebih seneng temenan sama AL. Yah gimana ya, AL emang lebih pinter dari gue, lebih asik, lebih lucu…..

Kirsan melongo, lalu memperlihatkan SMS itu kepada saya. Maka saya katakan pada Kirsan. Bayangkan saya mengatakannya dengan gaya sok bijak lembut:

Yaudah, lebih baik kamu kembali saja padanya. Saya gak mau jadi orang ketiga diantara kalian.

*Kirsan lempar AL dengan bantal, guling, kursi, meja, jendela, pintu, dan tetanga sebelah yang nyinyir itu*

Busyet SMA banget sih temenmu itu, Kir.

Yah, mungkin inilah seninya kalo bekerja di tempat yang kecil dimana semua orang, dari owner sampe OB bisa saling kenal saling berteman. Bingung sering antara yang namanya rekan kerja sama teman main, hihi….

Tapi, seiring usia, kan kita lebih dewasa, ya.. Harusnya. Saya selalu mengira bahwa pertemanan cewek cewek ini, saat udah lebih dewasa, dan masing masing punya kehidupan sendiri menikah dan bekeluarga, hal hal seperti itu akan hilang sendiri. Orang akan lebih memahami orang lain.

Tapi tergantung orangnya aja kali, ya..

Suatu kali, Eni mengeluh bahwa salah satu rekan kami marah kepadanya. Karena Eni sering curhat curhatan sama rekan yang lain lagi.

Mungkin dia merasa agak kesepian aja kali, En.

Mungkin. SMA banget gak sih?

Huahahah.... Baru aja gua mau ngomong gitu!!!

Lalu kemarin, rasanya dejavu saat seorang rekan yang lagi resah, curhat saja kerjaannya kepada saya

Doooh, muka saya itu kayak gimana sih tampangnyaaaaaa.... Kok perasaan orang orang jadi demen curhat aja kalo liat saya nganggur!

Beberapa jam kemudian, seorang rekan yang lain lagi duduk dan curhat. Panjang juga. Saya duduk aja denger. Sampai tau tau dia bilang:

’Tadi si anu curhat ya ke kamu?’

Iya...

’Ngapain sih dia curhat ke kamu.’ Sewot.

Lah, emangnya kenapa?

’Ya gak, gue gak suka aja. Kenapa dia gak curhat sama xxx aja sih. Dia kan temennya…’

Saya melongo…

Ini gua dan temen temen itu umurnya berapa, sih?

Jumat, 05 Maret 2010

tom tom jeri

tom tom jeri
tom tom oe oe
sim sim jeri
sim sim oe oe
jimi jimi takades takades
is det

Rabu, 03 Maret 2010

sakit

Akhir akhir ini, kawan dekat saya pada sakit. Teman serumah saya jatuh sakit, pulih, lalu dirawat lagi karena sebab yang sama. Sekarang sudah kembali seperti biasa namun rasanya jadi was was saja mengingat bahwa dua kali dibawa ke RS, dua dua kalinya itu terjadi pada lewat tengah malam. Rasa was was itu membuat saya jadi sering insomnia akhir akhir ini.


Kawan baik semasa kuliah saya jatuh sakit di kota lain, dan itu agak membuat saya merasa sedih. Sebab saya ingin sekali datang dan menjenguknya. Ketika saya menghubungi, keadaannya sedang buruk dan sedang semakin memburuk. Sekarang dia sudah kembali beraktivitas seperti sedia kala dan kami belum juga sempat bertemu muka.


Kawan yang ketiga ini, jalan hidup kami baru saja bertubrukan sehingga jika diukur dari durasi pertemanan, dia bisa dikatakan orang baru Tapi kawan yang baik bukan diukur dari lamanya kita berinteraksi, kan?

Saat pertama dia mengatakan bahwa kondisinya gak gitu baik, saya tertawa. Bagi saya, apa yang dia kisahkan hanyalah hal hal yang sepele saja. Namun saat dia jatuh sakit, saya menyadari bahwa rasanya mencengkram batin juga. Suatu kali dia sakit saat sebelumnya kami berdua saling tarik urat syaraf. Namun itu ditinggalkan di belakang. Setelah itu, saya dan dia kembali tertawa melempar lelucon. Lalu dia sakit, sampai lama. Saya merasa bersalah. Walaupun dia tertawa dan bilang saya mengada ada, tetap saja saya merasa bersalah.

Kemarin, kami bicara. Dia menatap mata saya dan berkata:


Kenapa sih kau gak ngasih tau tentang kejadian ini?


Saya tersenyum dalam hati mengatakan: bagaimana saya bisa memberitahu hal sepele ini kepadamu?

Tapi saya katakan padanya, sayapun baru tahu kemarin. Kami tertawa walaupun saya tahu sesuatu datang pada saat itu kepada kami semua.


Dia sakit, lagi. Dan itu menyakiti saya. Sebab saya menyayanginya tidak hanya sebagai teman namun seakan akan dia adalah keluarga saya. Seseorang yang besar dan hangat yang mengingatkan saya pada aroma seorang ayah, yang sudah hilang dari sisi saya begitu lama. Mungkin itulah kenapa saya pada saat saat ini selalu teringat wajah anak anaknya, yang tertawa, menjerit jerit, berteriak teriak ayah ayah dari lantai dua rumah kepadanya yang sedang duduk mengaduk jahe hangat di ruang bawah.

Selasa, 02 Maret 2010

Senin, 01 Maret 2010

Sim Sim Terimakasim Sim

sim sim terima kasim sim
simpak daun rambutan tan
tanduk ular mati ti
tikus main di loteng teng
tengok ayam bertelur lur
lurik jalannya laju ju
jual minyak wangi ngi
ngitung duit seperak rak
rakus makanan sapi pi
pitak pala si ole le
lenong maen di kampung pung
pungut anak perawan wan
wani jago gendang dang
dangdut dangdut dangdut dangdut