Senin, 17 November 2008

Saran

Saat kuliah semester satu, saya bertemu bapak ini.

Beliau adalah dosen MK Agama Islam.

Ketika pertama saya melihat MK ini di tercantum di KRS, saya mengeluh. Udah kuliah masih ada pelajaran agama Islam? Bukannya saya gak suka namun apakah tidak buang-buang waktu saja. Pada akhir masa SMA saya membayangkan bahwa jalannya kuliah seperti kisah-kisah di buku yang saya baca atau di film. Walaupun saya juga membaca di Battle for God sang penulis mengeluhkan jalannya perkuliahan di Negara-negara berkembang yang memprihatinkan, kelas dipenuhi orang yang berjubel hingga berjumlah ratusan, dosen ngoceh panjang lebar serta mahasiswa sibuk mencatat sampai berjam-jam. Saya memutuskan tidak mengambil MK Agama Islam yang ternyata gagal karena MK itu adalah wajib. Untung MK itu wajib.

Hari pertama sang dosen datang, berjalan tertatih-tatih. Bapak ini sudah tua. Beliau langsung mengumumkan bahwa MK Agama Islam isisnya bukan pelajaran shalat atau yang seperti itu. Tapi sebuah diskusi mengenai agama islam. Beliau bertanya, apakah kami membawa al Qur’an. Beliau menginginkan kami membawa al qur’an terjemahan setiap masuk perkuliahannya.

Beberapa orang berkata, bawa.

Beliau bertanya pada kami semua apakah kami orang Islam?

Ya…

Apakah kami percaya semua doktrin dalam Islam?

Ya..

Apakah kami percaya bahwa di dalam al qur’an terdapat semua tuntunan hidup sehingga kita tidak perlu mencari dari sumber yang lain?

Ya..

Kalau begitu, carikan saya ayat tentang menyembuhkan Kangker Darah!

Tentu tidak ada.

Tidak ada?

Tidak ada.

Berarti al qur’an tidak lengkap. Tidak bisa jadi tuntunan hidup. Lalu kenapa kalian beragama Islam?

Nah begitu. Tidak seperti dosen kebanyakan yang ceramah, memberi fotokopi banyak dan menyuruh mencatat panjang sekali, bapak tua ini memaksa kami berpikir setiap perkuliahan. Beliau selalu membawakan kami pertanyaan pertanyaan pelik, membawa sesuatu untuk didiskusikan, dan sering memancing perdebatan yang panas dan panjang. Tentu tidak semua siswa setuju walaupun semua sepakat bahwa beliau adalah dosen yang hebat. Kebanyakan yang tidak setuju lebih dikarenakan materi yang diperdebatkan itu. Ya..selalu pelik jika bicara mengenai agama. Namun bagi saya pribadi, saya meninggalkan MK ini dengan rasa sedih dan kehilangan.

Saya tidak pernah bertemu dengan beliau lagi sampai pada suatu hari, beberapa hari sebelum beliau meninggal dunia.

Hari itu saya datang lebih cepat. Saya muncul di kampus pukul 8 pagi sementara kuliah saya baru dimulai pukul 10.30. Salah jadwal? Tidak, itu memang sengaja. Saya malas datang siang sebab hari sudah panas. Seperti hari-hari biasanya saya menuju perpustakaan. Namun hari itu perpustakaan penuh orang, terpaksa pergi mencari tempat lain yang sepi untuk bisa baca buku dengan tenang. Berjalan-jalan mencari kelas yang kosong. Saya menemukan satu kelas yang dari luar tidak ada suara, saya masuk, langsung berhenti. Bapak dosen ada didalam, duduk di kursi siswa membaca buku sendirian.

Beliau berdiri dan membereskan barang-barang.

‘Mau masuk kelas?’ tanyanya..

Ada kelas disini pak?

Kami bicara berbarengan. Beliau mengernyit.

‘Tidak.. saya Cuma mencari tempat yang sepi untuk membaca buku.’

Oooo.. sama aja ternyata. Saya agak ragu, tapi kemudian memutuskan untuk berkata

saya juga mencari tempat untuk membaca.

‘Oh, ya sudah. Silahkan…’ beliau membuka kembali buku dan membaca. Saya duduk beberapa kursi disebelah beliau dan membaca buku dengan tenang. Kami berdua membaca, tidak mengganggu satu sama lain.

Hampir satu jam kemudian, saya mengintip jam tangan. Si bapak menoleh.

‘Sudah mau mulai kuliahnya?’

Gak, masih satu jam lagi.

Dia tertawa.

‘Mbak jurusan apa sih?’

Perpustakaan.

Kami berkenalan. Lucu ya, berkenalan. Ya tentu, lah dulu waktu saya masuk kuliahnya beliau kan di kelas ada lebih dari 400 orang. Satu fakultas satu angkatan. Weleh-weleh. Walaupun saya cukup aktif di kelas, yang lain juga aktif. Rame lah kelas selalu.

‘Begini, saya mau minta pendapat. Menurut Mbak, bagaimana perkuliahan saya?’

Saya mengangkat alis.

Beliau mengungkapkan apa harapan beliau akan perkuliahan, apa sebetulnya yang ingin dia sampaikan sepanjang waktu kuliah yang singkat. Namun beliau juga mengungkapkan beberapa hal yang mengganggu pikirannya. Apa-apa yang membuat beliau gelisah. Dan akhirya, pertanyaan apakah dia adalah seorang guru yang baik? Beliau mengungkapkan beberapa kelemahan perkuliahannya (metode maupun isi) dan beliau meminta saran saya bagaimana agar bisa lebih baik.

Saya agak melongo. Tidak pernah dalam hidup saya seorang guru mengungkapkan hal-hal tersebut secara gamblang. Beberapa guru saya tentu saja selalu terbuka terhadap kritik dan saran, namun tidak secara sukarela memintanya kepada siswanya. Kebanyakan dosen mah maju terus pantang mundur dengan cara dia mengajar yang terkadang membuat saya seperti kembali ke SMA saat hampir sepanjang hari dihabiskan dengan mencatat (yups, masa SMA adalah masa terburuk sekolah. Masa siswa paling gak aktif). Beberapa dosen yang memberi inovasi saat mengajar selalu berbicara bahwa ‘cara kita belajar seperti ini adalah cara yang lebih baik’ seakan-akan dia sendri yang menerapkan dan seakan-akan sudah sempurna. Bapak dosen ini sudah tua, tapi siapa yang menjamin bahwa guru muda selalu lebih baik dari guru yang sudah senior.

Selama satu jam saya dan bapak dosen yang sangat dihormati ini terlibat diskusi yang seru. Saya memberi beberapa saran. Lalu kami diskusi mengenai buku dan pemikiran-pemikiran Karen Armstrong. Sungguh saya rela tanpa mikir untuk mengorbankan kuliah saya hari itu demi tetap berada di sebelahnya, bahkan mungkin saya rela jika saya menggagalkan mata kuliah ini demi saya berdiskusi dengan bapak dosen satu hari dalam seminggu. Perasaan apa yang saya dapatkan dari diskusi setengah jam itu jauh lebih banyak daripada 3 jam duduk mendengarkan ceramah ibu dosen yang gak ada matinya. Tapi sial, kami duduk dikelas yang akan saya masuki. Setengah jam kemudian, kawan-kawan saya mulai berdatangan. Si bapak dosen berdiri membereskan barang-barangnya. Saya membantunya.

Cari kelas kosong lagi pak?

‘Ya kalau kita bisa meneruskan diskusi, tapi Mbak mau masuk kelas. Saya mau pulang kalau begitu. Supir saya sepertinya sudah selesai. Saya sebenarnya menunggu supir saya ada urusan.’

Dalam hati: Oh no! Gak papa, mari cari kelas lain. Saya sebal mata kuliah ini.

‘Diskusi yang menyenangkan Alifia, mungkin lain kali kita lanjutkan lagi. Wassalam.’

Wa’alaikum salam.

Hari itu berlalu begitu saja. Saya dengan kesibukan saya. Saya lupa. Saya baru ingat kembali saat beberapa minggu kemudian saya tanpa sengaja melihat kertas pengumuman besar di madding kampus.

INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI’UN

TELAH MENINGAL DUNIA

…………………………………………………….

Saya terpana mendekatkan muka saya dekat sekali dengan kertas, menyentuhkan telapak tangan saya pada permukaannya.

Dia telah pergi..

Rabu, 29 Oktober 2008

Maling yang Aneh

Hari ini saya dan rekan-rekan nongkrong di warung bakso langganan selepas jam kerja. Sambil menunggu hujan besar reda, saya tidak sadar bahwa sesuatu yang naas sedang terjadi.

Tiba di mess—mess kami tidak di dalam kompleks sekolah—saya dan kawan yang tinggal dengan saya terbengong-bengong. Pintu rumah ngablak terbuka lebar. Terdapat robekan-robekan kasar di pinggirannya menandakan bahwa ada orang yang berusaha mencongkel dari luar.

Ya Allah! Rumah kami dimasukin orang….

Oh Nooo!!!!! Tepat sekali hari ini saya tidak bawa laptop ke sekolah. Terlalu banyak barang yang saya bawa hari ini dan ntu benda hitam manis, berat boo….

Jadi…. Jadi… OH NO!

Saya menyerbu masuk dan…..

Ajaib! Sungguh ajaib, laptop saya nangkring manis seperti tadi pagi saya tinggalkan. Diatas meja di ruang tengah. Disebelahnya, HP saya yang dari dulu udah gak pernah akur sama saya dan sering ketinggalan. Dua-duanya nangkring manis menatap saya. Haahhhh!

SUJUD SYUKUR!!!

Lalu.. lalu….

Setelah kami berdua mengobrak abrik rumah, tercatat yang hilang adalah hape kawan saya itu yang gak sengaja juga ketinggalan, mereknya Hi Tech, dan charger hp nokia saya. Gak maching ya…

Logis gak sih?

Yah.. mungkin malingnya ribet aja kali bawa TVatau barang-barang elektronik lain. Tapi laptop? Dan hape saya? Si Maling uadh cape-cape ngedobrak pintu gitu loh!!

Malem-malem kami pergi ke toko bangunan, yang rada jauh, untuk nyari kunci baru dan pintu, lalu harus membetulkan pintu rumah. Alhamdulillah bapak-bapak tetangga sangat baik hati dengan tanpa pamrih mereka menawarkan bantuan untuk membetulkan pintu rumah dan memasang kunci baru. Sekaligus kami juga mengganti kunci pintu belakang dan menambah gerendel pintu dua biji untuk tiap pintu dan masih merasa..kurang kali ye.. mungkin butuh tiga gitu untuk tiap pintu, gerendelnya heheh. Ngeri juga bo kita dua cewe cantik gini, gimana kalau tau-tau malem-malem ada orang masuk..hiiiiiyyy…Mana rumahnya disebelah kebon lah kalo kita ngejerit-jerit tengah malem gak ada yang denger.

Karena kalut, nelpon ibu di rumah langsung dimarahin panjang sekali. Heheheh, gak apa-apa deh dimarahin.. namanya juga anak..

‘Makanya kamu tuh jangan slebor jadi orang bla..bla..bla…’

Akhirnya malam ini saya dan kawan tidur sekamar berdua. Tatuuuuttttt….

Saya jadi ingat beberapa kali kemalingan yang saya alami..yup saya sering kemalingan sodara-sodara! Selama kuliah, tiga kali.

Yang pertama, hape saya yang jadul nokia jaman dulu. Kejadiannya di STPDN. YUP..STPDN itu sodara-sodara! Kejadiannya di sekre Dompet Duafa.

Waktu kuliah dulu, saya dan kawan-kawan organisasi tergabung dalam subdivisi bernama Program Perduli Mustadlafin. Kerja kita sih gak banyak, cuman nyari-nyari beasiswa kesana kemari lalu menyalurkannya ke anak-anak yang membutuhkan di berbagai SD di kecamatan Jatinangor. Kebetulan kawan-kawan STPDN memiliki organisasi sejenis, namun rada kesulitan karena mereka gak punya banyak waktu untuk melakukan pembinaan bagi anak-anak asuh mereka. Lah orang mereka kerjaannya kalo gak upacara ya baris berbaris heheh. Tapi mereka punya channel yang kuat ke arah kucuran dana. Mereka juga punya niat yang tulus untuk membantu orang lain. Ini salah satu sisi lain dari mahasiswa STPDN yang mungkin jarang kita dengar tapi percayalah, mereka gak sepenuhnya gelap kok.. Mereka anak-anak mahasiswa biasa yang terjebak dalam sistem yang keras. Akhirnya kami melakukan kerjasama, mereka menanggung sebagian besar beban beasiswa sementara kami bertanggungjawab melakukan pembinaan. Jadi saat itu saya dan kawan-kawan sering mondar-mandir ke STPDN untuk macem-macem urusan.

Hari yang naas itu adalah bulan Ramadhan. Kami menyelenggarakan pesantren kilat untuk anak-anak asuh kami. Tempatnya di STPDN yang memiliki tempat memadai serta gratis heheh.. Siang itu saya di masjid mengajarkan shalat Dhuha lalu mengajar baca al Qur’an kepada anak-anak asuh dan saat kembali ke sekre, hape saya sudah raib. Akhirnya saya cuma bisa termangu. Seorang kawan, mahasiswa STPDN nanya,’kamu kenapa bengong?’

Hape saya ilang bang..

‘Apa? Hilang? Disini?’

Iya..baru aja…

Kawan saya langsung pergi. Beberapa menit kemudian datang dan mengatakan saya dipanggil imam masjid. Ehhh!!! Dipanggil imam masjid? Saya berlari-lari mengikuti kawan yang jalannya sangat cepat menuju masjid. Sang imam duduk di tengah masjid, saat saya datang, beliau berdiri.

‘Hape kamu yang ilang?’

Iya ustadz..

‘Gak usah bingung, saya udah hubungi beberapa orang. Pintu pagar sudah ditutup semua. Kita geledah semuanya. Malu-maluin aja, masa di STPDN ada yang kehilangan! Nanti siapapun yang ketahuan bawa hape kamu, kita pukulin rame-rame..’

Ehhhhh… Imam masjid kok ngomongnya gitu ya?

Ya akhirnya hape saya gak ketemu dan gak ada orang yang dipukulin hari itu karena masalah hape saya. Kalau masalah yang lain, mana saya tau..

Yang kedua, ini rada aneh. Maling masuk ke kost-kostan kami.

Malam kejadian saya menginap di kampus karena ada acara ospek anak baru. Pulang pagi saya mendengar kabar ada maling masuk kostan tadi malam. Tapi maling ini rada aneh sebab yang hilang adalah barang-barang yang ada di kamar mandi. Tau kan, ada 12 cewe tinggal bareng, di kamar mandi pasti penuh barang. Berbotol-botol shampoo, sabun cair, lulur mandi, pelembab dan parfum. Gak semuanya hilang sih, sikat gigi dan persediaan pembalut gak ikut hilang. Najong kali ye… Selain itu, sepatu-sepatu dan sandal-sendal yang berserakan di depan kamar juga ikut hilang.

Ini maling apa pemulung ya?

Yang ketiga, ini juga lucu dan agak nyeremin. Masih di kostan dan yang hilang adalah barang paling berharga yang kami miliki, TV.

Kami punya TV cuman satu, tapi hebat sekali. Gambarnya suka berlipet-lipet dan baru bisa normal lagi kalo sudah dipukul-pukul ubun-ubunnya. Hebatnya tu TV, cumin bisa nangkep sinyal SCTV sama TPI doing—waktu itu TPI belum senorak sekarang sih. Stasiun yang lain gambarnya naik turun bikin pusing. Tapi sungguhpun begitu, kami sih kadang gak perduli, tetep aja ditonton itu TV yang udah gak waras, daripada gak ada..

Nah malem-malem yang nonton terakhir musti bawa tu TV ke kamar. Tapi gak selalu. Pikiran kita, siapa sih yang mau nyolong TV yang kayak gini? Ternyata ADA…

Pada suatu dini hari jam 3.30 pagi, seperti biasa kami sudah pada bangun dan ngantri wudhu untuk shalat tahajud. Kami pagi-pagi itu biasanya keluar sebentar, cumin wudhu doing. Dingin banget!!! Kawan saya, Mala, seperti biasa setelah subuh dia menyeka mukanya dengan handuk besar yang dia jemur di depan kamarnya. Dini hari itu berlangsung damai.

Saat adzan subuh, beberapa dari kami keluar kamar lagi untuk wudhu lagi. Termasuk Mala. Dia wudhu.. dan ketika akan menyeka mukanya dengan handuk… loh.. Mala menjerit

‘Ada maliiing!!!’

Kita rame-rame keluar.

‘Ada apa Mal?’

‘Maliiiing.. ada mailing..’

Hah! Mana malingnya? Apa yang ilang?

‘Handuk Mala ilaaaaang Al…’

Ehhh! Rada geli kami bingung. Masa sih ada maling nyuri anduk? Anduk bekas pakai? Tau-tau salah satu kawan bilang.

‘Anduk saya juga gak ada.’

LOHHHH!

Aduh!! Handuk saya masih ada gak ya?

Selidik punya selidik, kami menemukan bahwa TV juga hilang. Kami piker-pikir, mungkin dua handuk itu dipakai sang maling untuk membawa TV kabur kali ye… Berarti itu maling muncul pas kita lagi pada shalat masing-masing ya…

Minggu, 19 Oktober 2008

Pindahkan Jadwal Sinetron, Dong..

Pada suatu suatu malam libur saya pulang ke rumah mendapati ruang keluarga kami ramai. Anak-anak laki usia SMP duduk ngobrol menekuri TV. Adik saya and the gank, seperti biasa. Mereka dilarang nongkrong di pinggir jalan oleh orangtua masing-masing, jadinya nongkrongnya di rumah kami. Kebetulan kami di rumah sudah terbiasa ramai banyak anak, jadi jarang merasa terganggu jika anak-anak suka berisik kadang-kadang. Selama tidak berbicara kotor atau kasar dan melakukan hal-hal yang aneh-aneh, terserahlah mereka itu mau gitaran kek, nonton DVD (filmnya dilihat dulu) dan main PS sampai pagi nginep-nginep betebaran dilantai kek, atau ngabisin makanan di kulkas kek, asal malam libur tentu saja. Kadang-kadang suka ada orangtua yang maunya marah-marah kalau anak-anak main ribut, tapi kami berpendapat selama berada di rumah, kongkow-kongkow mereka jauh lebih bisa diawasi dan dikontrol. Kalau marah-marah terus dan gak mau memberi ruang, nanti malah pada gak betah dirumah dan main di tempat lain yang gak jelas gimana hayooo…

Saya geli melihat acara TV yang sedang berlangsung di layar TV, ternyata itu sinetron. Tidak tahan, saya nyeletuk.

Seru banget ini. Malem liburan sekolah anak-anak muda kumpul-kumpul makan pisang rebus sambil nonton sinetron.. hehehe…

Mereka tersontak kaget, lalu malu-malu bilang, ‘seru kan kitaaaaa…’

‘Abis acaranya Cuma ada ini..’ seru adikku. Terusik rupanya jiwa laki-lakinya. Tapi dia benar.

Tepat saat ini saat saya menulis ini, malam kamis jam setengah lapan, di Space Toon stasiun TV anak sedang berlangsung acara pelajaran matematika setingkat kelas dua SD dengan bahasa inggris. Benar-benar detil penjelasannya dari cara, solusi, hingga membuat grafik sederhana. Acara dilanjutkan dengan dongeng untuk anak-anak. Karena saya lebih banyak tinggal serumah dengan rekan guru SD juga, kami jadi sering menonton acara anak-anak khususnya Space Toon. Menurut kami, acara stasiun TV anak ini bagus-bagus sekali. Bahkan iklannya pun bagus-bagus.

Saya memutar tombol TV (rekan serumah saya rada cemberut, lo lagi nulis apa lagi nonton seeh..jangan gangguin orang dong!)

O Channel, Fengsui for Life

Elshinta TV, documenter singkat tentang penarik sampan di pelabuhan

TPI, sinetron

TVRI, berita

Indosiar, sinetron

SCTV, sinetron

ANTV, sitcom

Trans7, award entah apaan tuh

DAAI TV, Orang cina ngomong tentang arti kasih

Trans TV, akhirnya datang juga

RCTI, sinetron

Metro TV, Berita

Pada saat liburan sekolah, beberapa hari saya di rumah seharian menyantroni acara TV. Saya menemukan acara yang cukup bagus. Ada pelajaran bahasa Indonesia dan pelajaran lain di TVRI dan film-film documenter. Itu semua diputar pada pagi hari sekitar pukul 10 sampai 12 siang. Jam setengah satu di trans7 adalah jadwal acara baik sekali bagi anak-anak. Dimulai dari Si Bolang, lalu Surat Sahabat, Jalan Sesama, Laptop si Unyil dan cita-citaku. Kemudian saya kira jelajah atau jejak petualang. Metro TV jadwal film documenter dimulai jam setengah dua siang. Ini adalah acara-acara yang membuat adik saya usia SMP dan kakak-kakaknya melotot menekuri TV dengan senang. Tapi sayang, kami bisa menonton ini semua hanya karena libur sekolah. Hari biasa, tidak dapat tentu karena justru jam-jam ini anak-anak masih di sekolah. Tapi saat libur pun tidak semua anak bisa menikmati ini.

Kemarin nonton si Bolang gak? Seru sekali, anak-anak Sulawesi suka nyari tikus di sawah lalu dibakar dan dimakan.

‘Gak nonton bu.. aku sebenernya suka si Bolang, tapi mamaku mau nonton Ceriwis sih..’

Lebih mementingkan dirinya sendiri daripada perkembangan anaknya. Lebih rela anaknya menonton segerombol orang becanda gak jelas dan kadang nyerempet kasar dan menghina perempuan dengan berdandan bencong yang dikata-katain dan menganggap itu lucu?

Seorang kawan bercerita bahwa kakak iparnya dan anaknya sering bertengkar berebut acara TV. Sang anak mau nonton Space Toon sementara kakak iparnya ingin nonton sinetron. Akhirnya, channel Space Toon itu dihilangkan permanen dari TV mereka. Agar tidak terganggu lagi.

Bagaimana sore hari, saat anak-anak sudah pulang sekolah. Sudah mandi bersih dan santai di depan TV?

Harus diakui, saya kurang ngeh acara TV sore. Tapi kadang saya suka iseng nengok, acaranya berita criminal, sinetron, reality show yang jelas lebay (apalagi itu termehek-mehek lebay banget!!) dan gossip selebriti.

Loh kemana itu acara bagus-bagus? Ilang semua?

Habis maghrib sampai agak malam TV penuh sinetron. Untuk beberapa channel seperti SCTV malahan saya lihat sampai jauh malam terus saja sinetron. Trans TV acara lucu-lucuan ekstravaganza yang menurut saya sama sekali jongkok kualitasnya. Hanya bikin ketawa. Terkadang yang paling saya benci adalah kenapa pelecehan justru dianggap lucu? Saya tidak suka dengan anggota ekstravaganza laki-laki yang sering berdandan perempuan namun menurut saya menjadikan dirinya sendiri bahan tertawaan yang menyerempet pelecehan. Beberapa kali anak-anak laki saya meniru-niru keperempuan-perempuanan hanya untuk diketawain kawan-kawannya. Ini membuat saya marah sekali. Saya tidak tahu apakah ini kekhawatiran yang berlebihan mungkin saja, namun menurut saya ini semua bisa berkembang menjadi suatu nilai tertentu dalam diri mereka. Bahwa perempuan dan sifat-sifatnya yang khas adalah objek pelecehan.

Saya tidak mau mereka seperti itu.

TV one dan Metro TV mungkin adalah dua channel yang hampir bersih dari sinetron, tapi jadwal acara mereka pada jam 7 malam sampai jam 10 dipenuhi acara-acara berita dan perbincangan politik. Sekalinya ada yang ringan, mungkin Republik Mimpi. Itupun sudah tidak lucu lagi dan terlalu banyak mengkritik sana sini tanpa solusi. Inikah acara untuk anak-anak? Sumpah kalau saya punya anak, saya larang dia menonton acara parody politik ini. Saya tidak mau anak saya tumbuh dengan rasa kebencian terhadap pemerintah dan kekecewaan kepada negaranya sendiri.

Bagaimana pada hari sabtu dan minggu?

Lucunya di hari libur yang indah itu di TV justru dari pagi sudah didominasi dengan acara sinetron panjang sampai siang hari.

Apakah acara TV kita bener-benar buruk?

Menurut saya tidak. Saya belum putus asa dengan dunia PerTVan kita walaupun banyak yang sudah. Hanya beberapa stasiun yang konsisten menayangkan acara-acara tidak beguna seperti Televisi PENDIDIKAN Indonesia salah satunya.

Lalu kenapa masyarakat khususnya anak-anak remaja begitu tergila-gila dengan sinetron?

Jelaskan? Karena sinetron dipasang tepat pada saat-saat orang nonton TV. Ini adalah lingkaran setan, sinetron digemari karena orang terbiasa saat menyetel TV yang tersedia adalah sinetron. Dan sinetron dipasang pada jam premimum konon katanya ratingnya tinggi. Tapi rating tinggi juga karena masyarakat tidak diberi pilihan yang lebih baik.

Apakah masyarakat begitu bodohnya hingga tidak mau menonton acara berkualitas?

Menurut saya tidak juga. Tapi tidak semua masyarakat bisa tahan menonton dialog politik, ekonomi, social dan pembahasan sejarah yang serius di TV. Kita ingat saat Ramadhan, terdapat sinetron berjudul Para Pencari Tuhan yang mendapat tanggapan luarbiasa oleh masyarakat. Padahal sinetron PPT tersebut tidak memasang artis-artis cantik atau mengumbar kekayaan. Kita lihat, saat ada pilihan yang lebih baik, masyarakat dengan segera beralih. Di bioskop Indonesia terus berputar film-film yang bertema setan, sex, atau drama sinetron panjang, tapi begitu Laskar Pelangi keluar, toh penontonnya membludak. Apakah yang menonton Laskar pelangi adalah kalangan tertentu pembaca buku? Tidak. Ibu-ibu rumah tangga pun heboh menonton film tersebut ramai-ramai . Saat diberi pilihan yang lebih baik, orang dengan segera beralih.

Saya berpendapat, acara TV kita sudah lebih baik daripada beberapa tahun yang lalu. Tentu dibanding jaman tahun 80-an mungkin masih kurang. Dulu walau stasiun kita Cuma satu, tapi ada acara-acara seperti ACI atau Rumah Masa Depan atau cerdas cermat klopencapir yang nampaknya cukup diminati. Tapi sayang, alokasi waktunya masih kurang tepat. Atau bisa saya katakan, sama sekali kurang tepat. Masih lebih berpikir komersil saja. Memang untuk beberapa kalangan bisa saja menolak TV local dan mengambil acara-acara luar dari indivision, sekali lagi, untuk beberapa kalangan tertentu. Bagi sebagian terbesar masyarakat kita tentu, indovision adalah suatu kemewahan yang tidak terjangkau. Bayar 200 ribu perbulan keluarga saya juga mikir-mikir dulu, dan yang terbayang adalah:

Bayaran sekolah

Bayaran kuliah

Bayar les-les

Anggaran buku-buku sekolah dan kuliah plus plus plus (fotokopi, biaya print makalah de el el)

Ongkos sekolah, ongkos kuliah, uang jajan dan makan siang

Tagihan listrik, telpon plus speedy

Uang makan dan gas

Anggaran obat dan dokter

Bensin dan biaya perawatan kendaraan

Yah..mana kepikiran deh…

Sampai saat ini mungkin yang terpikir adalah jikalau.

Jikalau beberapa stasiun TV yang sudah mulai membuat acara yang bagus-bagus mau lebih banyak berkorban menyediakan beberapa malam khusus untuk acara-acara yang baik dan tidak memikirkan komersial.

Jikalau pemerintah mau tegas (mungkin gak apa sedikit sewenang-wenang) untuk melarang acara-acara ngaco macam 4 mata tayang terlalu sore dan mewajibkan jam 7 sampai jam 10 malam acara khusus edukasi.

Jikalau orang-orang mau mendorong anak-anak mereka menonton acara yang lebih baik alih-alih mementingkan diri sendiri menonton acara tidak berguna dan membuat anak mereka jadi terbiasa dengan itu semua.

Senin, 28 Juli 2008

Gak Penting

Udah kayak orang bodoh, hari minggu yang seru buat seru-seruan gini pake ke sekolah. Sendirian pula.

Gara-gara kemarin seharusnya saya ke sekolah, ada acara pertemuan dengan yayasan dan wali murid. Semua guru harus datang. Saya sih niatnya datang, tapi teman satu kontrakan pulang dan saya males sendirian. Akhirnya ikutan pulang ke rmah. kalo udah di rumah, bawaannya ba’da subuh ngegelosor kembali ke kasur, tertidur dengan sayup-sayup suara ibu yang ngoceh kepada adik di ruang tengah.

‘Ini ya, jangan lupa hari ini masak sayur kangkung sama goreng bala-bala. Trus kasih tau Al kalo mau makan ikan, ada di kulkas……’

Kayaknya cuman sedetik tidur, tau-tau pas bangun kok jam sebelas. Ya Allah!!! Jam sebelaaaasss!! Aaaaaaaaa!!!!

Saya telpon sekolah, yang ngangkat si boss ketua harian.

‘Bu Alifia, besok piket di sekolah.’

Akhirnya saya sendirian deh di sekolah..main bola sendirian heheh. Keliling kelas-kelas, udah kayak orang gak ada kerjaan. Ngutak-atik komputer.

Ini postingan yang gak penting

Sabtu, 26 Juli 2008

Jum'at Hari Tanpa AC Forever

Hari ini adalah hari pertama dari apa yang kita sebut ‘Jum’at Hari Tanpa AC Forever’, itu namanya cuma dibesar-besarkan saja. Tadinya saya usul ‘Jum’at Hari tanpa AC’, lalu anak-anak tereak-tereak, sampai kapan? sampai kapan bu? trus pak Ustadz nyeletuk: forever! Anak-anak bilang, bener bu…forever.

‘Ya udah, itu kan cuma nama,’ kata bu Krisan.

Anak-anak gak ada yang ngambek atau nangis, soalnya justru anak-anak yang paling semangat sih. Protes datang dari rekan-rekan guru, uring-uringan mereka.

‘Ini gara-gara bu Alifia sama pak Ustadz niiih. Kalo punya ide-ide aneh mah gak papa, tapi jangan bikin susah orang lain tau!’

‘Saudara-saudaraku semua rekan guru yang tercinta, sesungguhnya bukan saya yang punya ide ini, tapi pak Ustadz. Saya mah cuman nimpalin doang. Ya kan pak Ustadz?’

‘hehehe…’ (pak Ustadz nyengir, terus kabur. seperti moto beliau selalu: ibu-ibu, the real bos!!)

Ini semua berawal dari kunjungan singkat kami ke sebuah SD Islam mentereng di Jakarta. Biasalah kalo ada acara banyak orang kita duduk ngedengerin lama bener, saya cari tempat di belakang biar kalo bosen bisa cengengesan. Tapi hari ini pembahasannya menarik, saya tertarik memperhatikan pembicara dan pak Ustadz ngelongok-longok ke atas…bengong.

‘Pak, kita emang dari sekolahan yang kagak mentereng. Tapi jangan terlalu norak kek, malu tau’

‘Bukan itu…disini dingin banget’

‘Nah itu namanya norak.’

‘Ibu pernah merhatiin gak, sekolah-sekolah Islam. Khususnya yang mentereng?’

‘Kenapa?’

‘Ibu pernah ke sekolah (menyebut sekolah Katolik tetangga kami)’

‘Pernah. Emang kenapa.’

‘Nah itu dia. Gak pake AC sekolahannya tapi semua orang mengakui kualitasnya kan? AC itu gak ada hubungan bu sama kualitas. Tapi saya gak maksud ngomongin kualitas sih bu, cuman kenapa sih sekolah-sekolah Islam itu boros energi?’

Sebenernya bukan masalah sekolah Islam apa bukan Islam sih pak Ustadz, tapi emang sekolah-sekolah swasta sekarang kayak gitu.

Sejak hari itu, pak Ustadz selalu ngomongin tentang betapa AC adalah pemborosan yang tak penting. Ke semua orang, ke anak-anak, ke guru-guru, ke para supir, ke para OB, ke pak satpam. Bahkan beberapa kali khutbah Jum’atnya mengenai ‘hemat energi’. Saya yang meja kerjanya di sebelah beliau, bosan sekali rasanya mendengarkan pak Ustadz bicara mengenai itu-itu terus.

‘Pak Ustadz, bosen tau. Yang lain kek yang diomongin, berhentilah bicara.. Lakukan sesuatu!’

Lalu munculah ide Jum’at Tanpa AC Forever itu. Saya dan anak-anak lantai dua (kelas 3, 4, dan 5) sih biasa-biasa saja. Kami pun jarang menggunakan AC. Kalau udara gak panas-panas amat, kami malah lebih senang membuka jendelaa lebar-lebar-banget dan menikmati angin berhembus kencang..Ahhhh! Segaaaar!

Awas hati-hati ada jilbab yang kelepas dan terbang hihi..

Nah yang jadi masalah lantai satu. Ada empat kelas di lantai satu (dua kelas satu dan dua). Tapi toh anak-anak tidak keberatan, yang keberatan orang dewasa semua: TU

Nanti kalau ada tamu atau orangtua murid kegerahan dong

Kepala Sekolah:

Bagus juga sih pak Ustadz, bu… tapi gimana ya… aduh gimana ya… saya ikut aja deh.

Ketua Harian:

Saya takut nanti orangtua murid pada komplen. Mereka taunya anak-anak belajar full AC. Kalo marah, nanti anaknya di keluarin lagi

Orang dewasa yang gak keberatan adalah OB:

Asiiik, kita gak buangin air-air AC ya pak, tiap hari aja..

Anak-anak menyambut dengan menggebu-gebu. Walaupun TU, Kepala Sekolah, dan Ketua Harian rada cemberut dikit. Tapi ternyata, bukan cuma mereka toh yang rada keberatan, guru-guru bete juga hehehe… Ikutan pak Ustadz ah, kabuuuuurrrrr

Rabu, 23 Juli 2008

Makan Siang Pindah Jadwal

Hari ini anak-anak udah gak tereak-tereak lagi, ‘Buuu…lapar bu… lapar…laparr…’

‘Aku lapar bu..’ mengeluh, memelas… ‘Bu.. lapar…’

Pasalnya jam makan siang pindah jadwal mulai tahun ajaran ini. Dikarenakan permintaan dari pengelola katering dan keadaan ruang makan juga yang terlalu sempit menampung seluruh siswa dan guru dalam satu waktu. Akhirnya kelas 2 sampai dengan kelas 6 jam makan siangnya digeser satu jam lebih lambat. Dari yang tadinya pukul 11.30 wib, menjadi pukul 12.30 wib setelah shalat Dzuhur.

Anak-anak, protes semuanya. Jam 11.30 wib biasanya perut mereka diisi sekarang mereka masih di dalam kelas dan belajar.

‘Tenang aja bu,’ kata rekan saya, ‘nanti mereka akan terbiasa kok. Seperti Ramadhan saja, hari-hari pertama mereka mengeluh lapar dan haus, tapi selepas beberapa hari, mereka akan mulai terbiasa. Tubuh mereka mulai terbiasa.’

Ya..biasanya kalau Ramadhan–jadi ingat Ramadhan, duh kangennya–selepas pukul 10.00 wib semua anak akan mengeluh dan memelas, ‘Laper bu haus nih. Kayaknya aku belum sanggup deh bu puasa sampe pulang sekolah nanti.’

‘Kan Ramadhan pulangnya cepet, jam satu. Biasanya jam setengah tiga.’

‘Ya..tapi kan kita anak-anak bu, belum Baligh bu… belum wajib puasa kan bu.’

‘Ya..kalo udah wajib, sampe maghrib dong. Latihan, nanti kelas 5 puasanya harus sampe maghrib.’

‘Aaaaa…’

Kembali ke topik.

Akhirnya hari senin, anak-anak sudah tidak banyak mengeluh dan berteriak lagi. Mereka mulai menerima dengan pasrah–hihihi–kenyataan bahwa jam setengah duabelas, bukan waktu makan siang, tapi waktu membaca Al Qur’an. Setelah itu ketika adzan di kumandangkan, mereka dengan tertib mengambi air wudhu dan shalat Dzuhur. Tambahan, sekarang shalat Dzuhurnya jadi jauh lebih tertib jek… Sadar semakin tertib, maka ceramah dari guru akan semakin pendek yang artinya, semakin cepet dapet makan heheh…

met makan ya nak..

Ya Allah, Berkahilah rizki yang telah Engkau berikan kepada mereka…Amin.

Minggu, 20 Juli 2008

Pada Kabur

Habis maghrib tadi, dapet telpon dari rekan guru. Nadanya sedih, tapi saya malah tertawa tergelak-gelak. Ini semua dimulai beberapa bulan yang lalu, ketika sekolah membuka lowongan guru baru. Saat micro teaching, saya ditugaskan menilai calon guru yang kebagian di kelas satu. Bersama kepala sekolah. Calon guru tersebut masuk kelas, menyapa anak-anak:

‘Assalamualaikum’

Anak-anak: Wa’alaikum Salam

‘Kaifa Haluk?’

Anak-anak: Alhamdulillah, bil khoir

‘Good Morning’

Anak-anak: I’m Fine!!

Wadduh!!!

Pak kepala sekolah menengok ke saya, saya menengok ke kepala sekolah

kepala sekolah mengernyit ke saya, saya nyengir ke kepala sekolah

he..he…he..

‘Hampir kelas dua bu Alifia.’ bisik kepala sekolah

‘Bapak jangan melotot ke saya, saya mah guru Bahasa Indonesia. ‘

Masalah utama kenapa penguasaan bahasa inggris di sekolah kami rendah adalah, guru-gurunya pemalu semua. Kita pada rendah hati gitu hehehe…Ya gimana anak-anaknya mo bisa, lah orang mereka tidak dibiasakan sih.

Sampai kemudian kesepakatan kita (didorong-dorong sama kepala sekolah) kalo guru pengajar bahasa inggris minimal, bicara bahasa inggris. Pada semua guru dan siswa, kapanpun. Pak Ustadz yang ngajar Bahasa Arab pun harus bicara bahasa arab, termasuk juga rekanku yang ngajar bahasa Sunda, harus bicara Bahasa Sunda hihihi…

‘Asiiik,’ kata saya,’ Saya kan guru bahasa indonesia. Berarti saya bicara Bahasa indonesia selalu dong yaaa…..’ (berharap..berharap…)

‘Bu Alifia tahun depan mengajar IPS, Komputer, dan Library Class’ kata kepala sekolah

(Ah Sial!)

Tahun ajaran ini dimulai kesepakatan tersebut. Tau-tau rekanku pengajar Bahasa Inggris telpon.

‘Alifia, saya sedih neeeh…’

Kenapa? Putus cinta?

‘Yee.. masalah sekolah.’

Dimarahin lagi sama Kepala Sekolah?’

‘Gak bukan itu. Kamu sadar gak sih, kalo selama seminggu ini kamu sama sekali gak mau ngomong sama aku?’

Sadar. Bukan itu, saya ngeri…abisnya musti pake english sih. bukan kenapa-napa, udah bertahun-tahun sejak SMP belajar bahasa inggris tuh lidah saya berlipet-lipet, kayaknya saya mah gak cocok deh sama bahasa inggris. Takdir sepertinya dari Tuhan, kenapa saya dilahirkan di Indonesia.

‘Yeee…tau gak sih, selama seminggu ini gak ada seorangpun yang ngajak ngomong aku’

Ahh masa sih?

‘Semua orang, kalo saya mendekat aja, padahal gak ngomong apa-apa, kabur semuanya. Emangnya saya ini punya penyakit menular apa? Sedih tau…’

Huahahahahaha…….

Sabtu, 19 Juli 2008

Lomba Kemayu

‘Ehh-ehh kalian tau gak, di kelasnya bu Alifia kan lagi ada lomba kemayu..’

Di ruang guru tadi, seorang rekan tertawa-tawa. Gosip ruang guru hari ini adalah perihal kelas saya.

Sepanjang minggu ini, saya terus menerus mendapat keluhan dari semua guru yang mengajar di kelas 5. ‘haduh bu…, anak-anaknya pasif sekali’, keluhan itu keluar dari semua orang. ‘Udah cuma 4 orang, semuanya pendiem gitu. setiap di tegur, diem aja. dieeeeeeeeeeeeeeem aja.’

Yah ibu-ibu, harap dimaklumi. Ini bukan masalah berapa banyak anaknya, tapi emang anak-anaknya begitu. Dari 5 anak kelas saya, cuman 3 orang yang anak lama, 2 laki satu perempuan. Yang perempuan memang dari awal punya kesulitan komunikasi, orang baru naik kelas tiga tu anak mulai bicara. Dua anak laki-lakiku itu, yang satu masih belum sembuh pasca di sunat, yang satu bingung kali bu dikerubutin 3 cewe pendiem. Mengkeret dia.

Nah yang dua cewe lain, anak baru. Dua-duanya dari SD negeri, mereka terbiasa Pasive Learning kali heheh. Nanti deh…pelan-pelan kali ya..

‘Eh kalian tau gak, di kelasnya bu Alifia kan lagi ada lomba kemayu’

‘Iya tuh, baru pada keluar dari keraton ya bu.. manis banget sih, duduk dengan rapih. Gak ngobrol, gak nengok-nengok, nyatet terus. Kayaknya semua yang keluar dari mulut saya, mereka catet deh’

Ya.. saya juga lagi bertanya-tanya apa mo kasih mereka pelajaran menulis steno, iseng aja gitu.

Rada iri juga sih sama kelas tetangga dan kelas-kelas lain yang tiap hari ada keributan pecah ruah…ngngng

Jumat, 18 Juli 2008

Kita Malu, Bu..

Gara-gara bapak pemilik rumah yang kita temoati sebagai mess pagi-pagi tadi muncul, dan ngajakin ngobrol mengenai tagihan listrik yang tau-tau melonjak tinggi (beliau curiga kalau kami membeli kulkas tanpa sepengetahuannya), hari ini saya hampir telambat tiba di sekolah. Alhasil, hanya sedikit kabar-kabar sebelum masuk yang kudengar. Anak-anak udah ngumpul depan kelas siap baris pagi

‘Kok, ibu gurunya telat sih…’

‘Hampir nak… Namanya nyaris..’

‘Kalo udah jadi guru mah pinter ngeles ya..’

Saya senyum saja.

Di ruang perpustakaan, jam ke-tiga..Saya baru sempat sarapan pagi. Terburu-buru, gak sadar ditonton anak-anak kelas 4.

‘Loh, kalian gak di kelas?’

‘Bosen bu… kata pak Ustadz, boleh ke perpust. Ibu laper banget ya?’

‘Pelajaran Sejarah Islam kalian bosen? Kan itu salah satu pelajaran fave semua orang?’

‘Bukan, Bahasa Indonesia?’

‘Lah…?’

‘Bu guru kita gak masuk sih’

‘Lagi? Emang kenapa sih?’

‘Gak tau tuh.. ‘

‘KDK dong..’

‘Apa tuh bu?’

“Kasian Deh Kamu…’

‘Yah..ibu jangan bilang siapa-siapa ya, kalo bu guru kita gak masuk. Apalagi sama anak-anak kelas 5′

‘Emang kenapa?’

‘Abis kita malu bu, gurunya sering gak masuk

Kamis, 17 Juli 2008

Guru Suka Bolos

Awalnya bikin blog ini pengen nulis serius-serius gitu, tapi kok udah banyak banget blog guru serius pisan. Jadi males…lagian kalo udah karakter diri emang susah dirubah eheuheu… Jadinya di blog ini cuma jadi tumpangan ngoceh sehari-hari aja.

Paling bete itu ngadepin atau bekerjasama dengan guru yang suka bolos atau guru yang males ke sekolah. Kadang suka heran sendiri, kenapa atuh jadi guru kalo males ke sekolah?

Soalnya justru jadi guru gampang bolos.

Masalahnya gini, saya pernah kerja di sebuah perusahaan swasta sebelum mengajar, jika ada rekan yang gak masuk, yang lain gak ngaruh apa-apa. Tapi kalo ada satu guru gak masuk, itu artinya seorang guru yang lain (atau beberapa guru) harus menggantikan tugasnya dalam waktu satu hari. Dan mungkin bukan hanya itulah, tapi apakah hatinya tidak bertanya kalo dengan seenaknya meninggalkan anak-anak begitu saja.

Rekan saya yang suka bolos itu, orangnya sering sakit. Sakit sedikit saja tidak masuk. Dan kadang aneh-aneh aja masalahnya: kecebur di got lah, sepatunya robeklah…aduh capek deh! Belum lagi ditambah izin-izin lain seperti: musti bawa komputernya ke tempat service, pindah kontrakan. Kenapa gak nyari hari minggu sih? Itu belum hari-hari dia tidak masuk tanpa alasan.

Hari ini, rekan saya itu sakit lagi. Pas banget hari ini, ada beberapa rapat dan acara dari yayasan sehingga guru yang dapat hadir di sekolah hanya para wali kelas. Akhirnya kelas 4, kelasnya rekanku itu, terbengkalai tidak ada yang mengajar. Sedih juga melihat anak-anak kelas tetangga luntang-lantung hanya diberi kertas-kertas fotokopi tugas yang saya fotokopikan tadi pagi (meninggalkan tugas untuk anak-anakpun tidak, Masya Allah!!!).

Sedang asik-asiknya saya bercerita mengenai candi Prambanan, candi Borobudur dan sedikit tentang Siddharta Gautama, tau-tau saya mendengar suara anak-anak berbisik. Setelah saya cek, ternyata anak-anak kelas tetangga berada di bawah jendela mendengarkan dan sesekali mengintip.

‘Kalian lagi apa?’

‘Ngedengerin ibu..’

‘Kan ibu gak suka kalo kalian suka ngintip-ngintip kelas lain yang lagi belajar’

‘Ya..Ibu.. Abis kita belajar sama siapa dong bu?’

Jadi sedih…

‘Jangan ngintip-ngintip dong! Kalo mau ikutan dengerin pelajaran kelas 5 boleh, tapi duduk yang rapih dan jangan mengganggu ya..’

‘Asyiiiiiiiiiiiiik!!! iya bu…’

‘Bawa karpetnya..’

Akhirnya hari ini di kelas saya ada banyak orang, hihi…udah kaya SD di daerah saja. Tahun kemarin, setiap minggu anak kelas 4 musti kehilangan wali kelasnya hampir 2 hari. Mudah-mudahan hari ini wali kelas 4 beneran sakit dan mau berubah ya….

Amin…

Selasa, 15 Juli 2008

Anak Orang Kaya

Guru itu suka ngegosip, beuh!! Gak percaya? Coba aja sekali-kali datengin ruang-ruang guru di setiap sekolah jam-jam setelah pulang sekolah, niscaya…( ini anak-anak SD paling demen pake bahasa kayak gini: NISCAYA…) kedengeran suara-suara para guru terkekeh-kekeh cerita-cerita tentang anak-anaknya atau wali murid. Topik pembicaraannya macem-macem, dari mulai prilaku anak-anak hari itu atau prilaku seorang anak dari dulu sampai sekarang, wali murid dari yang nyebelin (menurut guru) sampe wali murid yang bikin kita terharu, terpana, terkagum-kagum. Dari mulai pemadaman listrik bergilir, sampai kisah cinta OB lantai dua (hihihi…)

Hari ini, obrolan kita di ruang guru adalah perihal anak-anak yang sok kaya. Awalnya gara-gara salah seorang rekan kita, guru baru. Dia baru pertama kali mengajar, Fresh Graduate. Diposisikan sebagai asisten guru di kelas satu. Rada terkaget-kaget dia dengerin anak-anak yang ngobrol. Seorang anak bertanya pada temannya yang duduk disebelah:

‘Kamu anak orang kaya gak? Kalo kamu kaya, aku mau temenan sama kamu’

rekan saya itu sampe keselek ludahnya sendiri mendengar anak-anak SD kelas satu bicara seperti itu. Tau-tau bergulirlah cerita-cerita dari guru-guru lain mengenai anak-anaknya.

‘Tau gak, anak saya si Endrie (bukan nama sebenarnya, semua nama di blog saya ini bukan nama sebenarnya) tiap jum’at kalo pak Ahmad datang ngidarin Infak, dia bilang, ‘Huh! Kata mama gak usah infaq segala, nanti aja sendiri kita nyumbang 5 juta buat panti asuhan.’

Kok aneh ya…ada orangtua ngajarin anaknya sombong kayak gitu. Yah, mungkin bukan maksudnya tuh mamanya Endrie ngajarin sombong sih, tapi hal-hal kayak gitu kan gak usah diomongin di depan anaknya, kalopun emang bener. Infaq tiap jum’at itu selain emang uang infaqnya buat disalurin ke yang membutuhkan, tapi juga mengajarkan anak-anak kita untuk ringan dalam memberi. Bukan masalah infaq seribu mendingan nanti aja sekalian 5 juta.

Ada lagi yang lucu, ini cerita dari aku. Ada anak kelas 4 yang sangat sok kaya. Kalo di mobil sekolah kita akan pergi ke Fieldtrip, anak itu suka komentar yang mengesalkan, ‘Tuh…tuh…liat tuh! Itu rumah orang-orang miskin. Rombeng, kotor, bau…’

Aku sebagai guru pastinya memperingatkan dan menasihati dengan baik-baik. Tapi bener, kadang rasanya geregetan banget apalagi pada saat pelajaran yang kuajarkan, Social Study…rrrghhhh! Kalo masalah nilai sih anak itu sama skali gak masalah, selalu baghuuuus! Tapi membangun empatinya itu sampai, mau putus asa saja rasanya. Pada suatu kali, kebetulan kelas 4 salah satu topiknya adalah “Masalah Sosial” termasuk masalah kesenjangan sosial dan kemiskinan. Aku memberikan Slide gambar-gambar kemiskinan dan kelaparan di Indonesia dan beberapa negara Afrika. Sementara anak-anak yang lain dari tampangnya tercermin hati mereka yang tersayat-sayat sembilu, anak itutuh…terkikik-kikik di belakang. Saya tanya, kenapa? Dia jawab: Orang-orangnya lucu bu..item-item banget, perutnya kayak mau meletus. Haduuuuuh…nak? Pada hari selanjutnya, aku menceritakan mengenai sepak terjang Dompet Dhuafa Republika sebagai salah satu upaya penyelesaian masalah-masalah sosial. Yang aku harapin sih, mungkin aku akan melihat sekilas….sekilaaaaaaaaaaaaaaas aja suatu ide di wajah anak-anakku. Entahlah, mungkin seperti suatu pemikiran…”pada suatu hari, ketika saya dewasa nanti..saya akan melakukan hal seperti ini”. Yah…itu kan yang diharapin guru, menciptakan generasi yang baik nantinya. Tapi anak ituuuu, malahan menguap-uap aja dia. Dari awal semua anak tertarik, lalu anak itu nanya, ‘Bu? Ini emang keluar di ulangan?’

‘Insya Allah gak, ini tambahan aja dari ibu’

‘Oh!!’

Nah anak lain masih tertarik ngedenger, anak itu udah males.

Ini guru TK yang cerita, “TK B angkatannya si Endrie tuh, parah..! tau gak si Wulan, tiap hari sama gank-nya ngata-ngatain Miko aja. Miko kan tinggalnya ngontrak…hiiy rumah kontrakan tau!’

Ah masa sih? Aku susah percaya, TK gitu loh..

“beuhh! Tiap kita Fieldtrip, liat rumah gede, biasanya kan anak-anak itu bakalan komentar: wih, rumahnya keren! yang kayak gitu lah. Ini mereka komentarnya gimana coba: ihh! Rumahnya gede, sekitar dua milyar itu harganya.”

Heuheuheu… sebenernya ini agak sedih bagi kami para guru, tapi lucu juga ya…