Sabtu, 07 Agustus 2010

usaha dong

Beberapa hari yang lalu, seorang tweeps yang twitternya saya ikuti rada sewot dengan iklan IDI yang bertema 'ayo berobat'. Katanya kalo gak salah begini:

Selanjutnya apa? Pemerintah bisa gak cari solusi untuk orang kecil berobat gratis?

Beberapa saat kemudian, nampaknya banyak yang juga sewot dengan iklan tersebut. Katanya, bikin shok. Bikin orang ketakutan. Nanti jadi kepikiran. Bahkan ada yang mau laporin ke KPI segala. Katanya, KPI jangan urusin ciuman melulu dong!

Dalam pikiran saya pas baca tulisan itu: yeee, cemen banget sih lo! Cuma adegan kangker mata, batuk berdarah sama anak hidrocepalus aja ketakutan! Pengennya liat yang enak-enak melulu, sih! Kaga kuat liat yang rada ngeri dikit aja.

Saya jadi mikir, orang-orang itu mungkin begitu perlentenya kali ya sampai gak pernah liat yang begituan! Cobalah sekali-kali jalan gak naik mobil pribadi atau taksi. Liat sekelilingmu!

Kalau pagi, sehabis subuh, saatnya saya berangkat ke sekolah, diatas jembatan penyebrangan, anak-anak jalanan tidur nyenyak disana adalah pemandangan yang biasa. Mereka hanya berselimut koran, atau tanpa selimut apapun.

Dan diatas jembatan penyebrangan itu, suatu saat saya bertemu dengan perempuan tua nyaris tanpa wajah! Mukanya bolong! Hanya satu mata yang saya lihat. Tertutupi perban yang sudah begtu kumal. Mungkin karena kangker atau apa! Dua kali saya melihatnya, dan itu pemandangan paling pilu yang pernah saya saksikan selama ini. Kali pertama, saya melihatnya mengemis. Kali kedua, saya melihatnya sedang dimaki-maki oleh pengemis lain. Yang nampaknya marah karena hadirnya nenek tanpa wajah, telah mengurangi pendapatannya. Saya melerai pengemis galak itu, lalu menuntun sang nenek turun. Sampai di bawah, saya antar ke puskesmas terdekat, lalu saya berikan seluruh uang yang saya bawa. Sampai hari ini, saya tidak pernah melihatnya lagi. Mudah-mudahan, pegawai puskesmas mengurus nenek itu ke dinas sosial atau apa.

Suatu hari dalam hidup saya, pernah menyaksikan seorang perempuan muda yang lumpuh menyeret tubuhnya di lantai rumah yang terbuka sementara di belakangnya, seorang perempuan lain, yang mungkin saja adalah ibunya sendiri, sedang membentak-bentak melemparkan gayung kepadanya. Adegan itu menyayat hati saya.

Suatu kali dalam perjalanan ke sekolah, saya bertemu dengan seorang bapak yang menyeret anaknya yang tidak memiliki lengan dan kaki. Anaknya itu duduk di atas papan beroda, dan memakai baju seragam SD. Seseorang menyapa sang bapak yang membalas sambil tertawa, bahwa dia sedang nganterin anaknya sekolah.

Pernah saya bertemu dengan seorang perempuan muda yang bicaranya aneh dan tertatih-tatih di pinggir jalan. Dia bilang, dia mau pulang kampung saja. Sebab dia tidak betah disini, tiap hari dipukul majikan. Suka gak dikasih makan. Tubuhnya gemetar dan dia tanya kalau mau ke garut, naik mobil apa? Tangannya meremas uang sebesar tiga ribu rupiah.

Itu semua hal-hal nyata, dan terjadi di sekitar kita jika saja anda mau membuka mata. Maka, menurut saya, iklan itu tiada masalah. Mungkin memang maksudnya untuk nakut-nakutin orang.

Intinya apa sih? Nyuruh orang berobat secepatnya! Karena hal-hal kecil, bisa jadi besar kalau kita tidak menanggapinya. Kutil bisa jadi tumor mata, batuk bisa saja ternyata TBC, dan kalau kita gak periksa kehamilan, mungkin saja ada hal-hal menyangkut kesehatan yang kita gak tau sampai terlambat. Mungkin nanti akan lahir anak kita hidrocepalus.

Menurut saya, beberapa orang memang perlu untuk ditakut-takutin! Sebab kalo gak gitu, suka gak peduli sih!

Perasaannya takut aja duluan. Takut kalo berobat mahal, lah! Akhirnya sakit dibiarkan saja. Beli obat warung. Padahal kalo dihitung-hitung, harga Neozep itu 4 butir 2 ribu rupiah. Cuma buat satu hari. Harga obat batuk OBH sepuluh ribu rupiah. Ya kalo memang sakit ringan sih gak masalah.

Kemarin saya ke puskesmas, dan sempet terkejut dengan kenyataan bahwa biayanya hanya 3 ribu rupiah! Itupun saya pasien umum tanpa askes. Dan hanya butuh bawa KTP saja, kok! Maka geregetan banget kan kalo ketemu bapak-bapak yang bilang gak mau berobat karena mahal sambil menghembuskan rokok dalam-dalam. Lah, itu sanggup beli rokok?

Orang cuma males ribet! Itu saja!

Berapa kali saya mengurus surat keterangan tidak mampu di kelurahan untuk beasiswa baik saya sendiri maupun adik-adik saya. Ribet dikit kan lumayan hasilnya! Tapi masalahnya, yaitu, orang kebanyakan malas!

Atau malu!

Saya merasa gak perlu malu untuk mengurus surat keterangan gak mampu demi mendapatkan beasiswa. Toh kita berusaha untuk kelangsungan pendidikan kita, kok! Sesuatu yang produktif bagi negeri ini. Biar kita bisa tumbuh mandiri, mungkin gak sanggup memberi tapi paling enggak, tidak nyusahin. Sama dengan kita gak usah kesal kalo ribet ngurus surat itu demi pelayanan kesehatan kita sendiri. Itu toh demi diri kita sendiri!

Ini kan enggak! Yang saya tahu, orang lebih tebal muka untuk menyatakan diri gak mampu biar dapet tiga ratus ribu atau sedekah!

Lihatlah penghuni bantaran kali sampai sekarang masih juga buang sampah sembarangan di kali. Kalau ditanya, katanya gak tau mau buang sampah di mana. Astaga! Segitu bodohnya kah mereka sampai gak mampu mikir untuk ngumpulin sampah dan buang di tempatnya. Pernah juga saya menyaksikan saat diwawancara, orang-orang ini mengeluh tempat sampahnya jauh. Orang gila! Emangnya disangka saya buang sampah tiap hari itu deket! Jauh, jek! Musti naik sepeda ke depan perumahan.

Giliran banjir aja, sewot karena pemerintah lambat ngasih bantuan! Disuruh pindah dikasih modal buat transmigrasi ogah! Bangga banget sih hidup dikasihanin orang lain!

Malas dan maunya mengeluh, mungkin itu penyakit di negeri ini.

Seperti akhir-akhir ni saya rada kesal dengan rekan-rekan saya yang selalu mengeluh tentang sedikitnya penghasilan sebagai guru. Mereka bingung kenapa saya santai saja. Apa saya santai? Gak juga. Ke sana kemari nyari info buat ngurus ini itu supaya tunjangan fungsional dari pemerintah turun. Sedikit, tapi lumayan nambah penghasilan saya. Dan itu memang hak saya sebagai guru di negeri ini. Gak ada yang mau ikut ribet kayak saya biar saya ajak-ajak juga. Kalo temen serumah saya sih, dia memang gak pernah niat dapet tambahan dari itu. Tapi kesel juga saat ternyata saya dapet itu tunjangan, yang lain pada iri.

Lah, kalian gak mau ribet ngurus! Gimana sih?

Usahalah dikit! Ada jalan terbuka untuk yang mencarinya!

1 komentar:

  1. setuju!!

    inget cerita temen yang KKP di daerah kabupaten di kota saya. di sana sebagian besar anak2 kecil mengalami gizi buruk.. dan orangtua mereka lebih memilih ngasih anak2 itu perhiasan emas di mana2 (kalung, anting, gelang) daripada ngasih makan anaknya dengan bener.
    mengenaskan deh, anak2nya perutnya buncit2 tapi tangan-kakiknya kurus.. dan gitu pake anting-gelang dsb.

    kasian petugas puskesmasnya, masa kalo ada penimbangan balita gitu sampe nyamper ke rumah2 karena ga ada yang mau datang ke puskesmas.. padahal udah dijanjiin gratis, ongkos diganti, bakal dikasih ongkos pulang.
    segitu disamperin juga malah ngunci pintu dan nyalain tivi keras2 padahal ibu petugasnya belom juga nyampe di ujung jalan.

    sedih..
    tapi ini indonesia kita dan pekerjaan rumah orang2 yang lebih dulu beruntung dapet pendidikan.

    BalasHapus