Rabu, 03 Maret 2010

sakit

Akhir akhir ini, kawan dekat saya pada sakit. Teman serumah saya jatuh sakit, pulih, lalu dirawat lagi karena sebab yang sama. Sekarang sudah kembali seperti biasa namun rasanya jadi was was saja mengingat bahwa dua kali dibawa ke RS, dua dua kalinya itu terjadi pada lewat tengah malam. Rasa was was itu membuat saya jadi sering insomnia akhir akhir ini.


Kawan baik semasa kuliah saya jatuh sakit di kota lain, dan itu agak membuat saya merasa sedih. Sebab saya ingin sekali datang dan menjenguknya. Ketika saya menghubungi, keadaannya sedang buruk dan sedang semakin memburuk. Sekarang dia sudah kembali beraktivitas seperti sedia kala dan kami belum juga sempat bertemu muka.


Kawan yang ketiga ini, jalan hidup kami baru saja bertubrukan sehingga jika diukur dari durasi pertemanan, dia bisa dikatakan orang baru Tapi kawan yang baik bukan diukur dari lamanya kita berinteraksi, kan?

Saat pertama dia mengatakan bahwa kondisinya gak gitu baik, saya tertawa. Bagi saya, apa yang dia kisahkan hanyalah hal hal yang sepele saja. Namun saat dia jatuh sakit, saya menyadari bahwa rasanya mencengkram batin juga. Suatu kali dia sakit saat sebelumnya kami berdua saling tarik urat syaraf. Namun itu ditinggalkan di belakang. Setelah itu, saya dan dia kembali tertawa melempar lelucon. Lalu dia sakit, sampai lama. Saya merasa bersalah. Walaupun dia tertawa dan bilang saya mengada ada, tetap saja saya merasa bersalah.

Kemarin, kami bicara. Dia menatap mata saya dan berkata:


Kenapa sih kau gak ngasih tau tentang kejadian ini?


Saya tersenyum dalam hati mengatakan: bagaimana saya bisa memberitahu hal sepele ini kepadamu?

Tapi saya katakan padanya, sayapun baru tahu kemarin. Kami tertawa walaupun saya tahu sesuatu datang pada saat itu kepada kami semua.


Dia sakit, lagi. Dan itu menyakiti saya. Sebab saya menyayanginya tidak hanya sebagai teman namun seakan akan dia adalah keluarga saya. Seseorang yang besar dan hangat yang mengingatkan saya pada aroma seorang ayah, yang sudah hilang dari sisi saya begitu lama. Mungkin itulah kenapa saya pada saat saat ini selalu teringat wajah anak anaknya, yang tertawa, menjerit jerit, berteriak teriak ayah ayah dari lantai dua rumah kepadanya yang sedang duduk mengaduk jahe hangat di ruang bawah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar