Sabtu, 17 April 2010

Masjid Kecil

Little Mosque on the Prairie berkisah mengenai kehidupan komunitas muslim di sebuah kota kecil di Kanada. Berpusat pada sebuah masjid yang bernama Mercy, dipimpin oleh Imam Amaar Rasyid. Uniknya, masjid Mercy ini ternyata berada di dalam aula yang merupakan properti dari gereja anglikan setempat.

Adalah Yassir Hamoudi, seorang kontraktor yang di daulat oleh komunitas muslim untuk mencari sebuah tempat yang dapat disewa sebagai masjid. Sudah capek pindah-pindah dari satu ruang bawah tanah ke garasi yang lain soalnya. Masalahnya, mencari tempat untuk masjid itu susah. Gak mungkin kan sebuah masjid beradatepat diatas penyewaan film porno atau bar? Kalaupun dapat yang sempurna, selalu akhirnya ditolak karena toh mana ada yang mau menyewakan tempat untuk sebuah masjid? Nah, satu-satunya yang bersedia memberi tempat adalah Rev. Duncan Magee, seorang pendeta Anglikan yang gerejanya sudah bangkrut kehabisan jema’at.

Ini adalah serial komedi itu berarti lucu. Humor terjadi selalu mengenai salah paham antara komunitas muslim dan masyarakat umum yang masih ngeri dengan umat islam setelah semua kejadian teroris itu, juga persenggolan intra komunitas juga yang ternyata beragam.

Baber Asyidiqi adalah seorang dosen ekonomi yang adalah anggota komunitas yang paling konservatif. Dia selalu berpakaian seperti orang Pakistan. Di salah satu episode, saat helloween, Baber menjadi idola ditakuti anak-anak karena berpakaian paling keren sebagai ‘orang taliban’. Padahal sebenarnya dia cuma berjalan ke sana kemari berpakaian selayaknya dia biasa. Sementara belum menemukan imam, Baberlah yang menjadi imam. Namun nampaknya kurang diterima. Kebanyakan sih, karena terlalu kaku pandangannya walaupun hanya keluar dari mulut saja. Tapi itu pun sering bikin kesel. Misalnya, ada suatu kisah saat Imam Amaar akhirnya bisa mengumpulkan remaja muslim untuk ikut ’Halaqa Teen’, sebuah program pengenalan islam yang dirancang fun. Saat baru saja dimulai, Baber tau-tau nongol dan ngomel kenapa anak laki-laki dan perempuan duduk berdampingan. Terpisah, tapi berdampingan tanpa hijab. Menurutnya, daripada gitu, mending pulang saja. Udah saja anak-anak jadi bersorak ’Horeee!!’ dan pergi meninggalkan Imam Amaar melongo sendirian.

Bersama dengan Baber Asyidiqi, ada pula Fatima Dinssa yang merepresentasikan pandangan islam yang konservatif. Walaupun mereka berdua tidak selalu seiya sekata, tapi kebanyakan, bisa saling mengerti satu sama lain. Fatima adalah seorang janda pemilik kafe tempat para tokoh di kisah ini sering mampir. Seorang imigran dari Nigeria yang akhirnya beralih kewarganegaraan juga menjadi Kanada, dan nampaknya selama di Afrika sana dulu, Fatima adalah semacam ahli pengobatan tradisional. Dia masih sangat bangga dengan hal itu menawar-nawarkan ramuan kepada pelanggannya. Masalah pengobatan inilah yang membuat Fatima sering bertengkar dengan Rayyan, merepresentasikan islam moderat, yang juga adalah, sahabat baiknya.

Dr. Rayyan Hamoudi mungkin adalah anggota komunitas yang berada di sisi sebrang paling ekstreem dari Baber. Perempuan yang cantik ini adalah seorang dokter dan juga feminis. Tajam dan cerdas. Tidak takut untuk bersitegang dengan siapapun termasuk sang imam. Sisi lain dari perempuan muda berusia 25 tahun ini adalah, dia seorang muslim yang taat. Tertutup jilbab--yang tentu selalu bikin orang tanya-tanya kenapa ada feminis pakai jilbab?—dan menjalankan ibadah dengan serius. Bahkan kadang, ketaatannya dalam beribadah dan menjalankan hukum islam membuat orang tuanya jadi kerepotan sendiri.

Dr. Rayyan ini, bagi Zarqa Nawaz, sang kreator serial ini, adalah semacam role model anak muda Islam masa kini: intelek, progresif, independen, dan taat beribadah.

Bersama dengan dr. Rayyan, adalah sang imam sendiri, Amaar Rasyid. Sang tokoh utama di mana kisah berputar di sekitarnya. Seorang anak muda yang sesungguhnya adalah pengacara, anak orang kaya, yang mendadak mendapat panggilan hati untuk pergi ke Mesir mempelajari agama lebih dalam dan meninggalkan seluruh kemewahan untuk memulai hidup sebagai imam di masjid kecil di sebuah kota kecil. Dalam banyak hal, Imam Amaar sebenernya sependapat dengan dr. Rayyan, namun posisinya sebagai imam mengharuskan dia menjadi penengah dan dapat membuat keputusan yang merepresentasikan seluruh anggota komunitas. Rayyan nampaknya susah mengerti dan membuatnya sering bersitegang dengan Amaar. Tapi tidak bisa dipungkiri, nampaknya mereka berdua menikmati saling bersitegang terus.

Di sisi lain, Amaar adalah orang yang terbuka dan selalu mau menerima nasihat dari siapapun termasuk rekannya sesama pemimpin spiritual, Rev. Magee yang selanjutnya menjadi kawan baiknya. Imam Amaar dan pendeta Magee dalam banyak episode terlihat saling memberi nasihat satu sama lain, dorongan, maupun, kadang, berbagi curhat. Malah pernah saat masjid dimasuki rampok, Imam Amaar yang ketakutan tidur sendiri akhirnya menginap di tempat Pendeta Magee. Salah satu episode fave saya adalah pada suatu ketika Imam Amaar kesal karena tidak pernah mendapatkan waktu tenang untuknya pribadi berkotemplasi. Setiap orang dengan seenaknya datang dan menggrecokinya kapan saja dan setiap saat bertanya lalu minta nasihat segala masalah dalam hidup. Termasuk bahkan saat ia menggantung tanda jangan diganggu di pintu. Kesal, akhirnya Imam Amaar curhat pada Pendeta Magee yang dijawab:

’Tau, gak? Itu yang membuat saya mengagumi muslim. Kalian ini, tidak meniggalkan agama saat meninggalkan masjid. Seluruh hidup seorang muslim adalah spiritual.’

Itu membuat Imam Amaar sadar, bahwa menjadi imam, seharusnya keluar menyelesaikan masalah di tengah-tengah masyarakat dan bukan mengurung diri terus beribadah sendirian di balik pintu yang terkunci rapat.

Sebenarnya keputusan-keputusan Imam Amaar ini kadang benar-benar bikin saya mendelik heran. Salah satunya adalah saat Imam memutuskan untuk menggunakan uang sebanyak 5 ribu dolar hasil menang lotre salah satu anggota komunitas muslim, Sarah Hamoudi, sebagai dana pendukung Islama Poluza, sebuah program pengenalan Islam kepada anak-anak. Mendadak saya jadi teringat salah satu episode Para Pencari Tuhan yang mengenai ruwetnya ngutek-ngutek uang panas 50 ribu. Kayaknya sampai repot bener! Jadi ngebayangin Dedy Mizwar tiba-tiba nongol di Masjid Mercy dan menggampar Imam Amaar heheh.. Uang haram kok dipakai buat dana program masjid? Tapi, yah, mungkin pertimbangannya adalah Sarah Hamoudi adalah seorang mualaf yang, maaf, sama sekali gak pinter. Masuk Islam hanya karena ingin menikah dengan laki-laki muslim. Jadi dia susah mengerti apa bedanya judi dengan lotre, atau terus bingung dengan bulan dan waktu shalat. Mungkin Imam Amaar hanya ingin membuatnya mudah bagi Sarah.

Salah satu keputusan yang ’lucu’ lain adalah saat Imam Amaar meminta anggota komunitas membantu gereja anglikan yang akan menghadapi inspeksi mendadak. Sebenernya, membantu gereja tidak masalah. Dan bukan itu masalahnya. Cuma ini membantunya dengan cara anggota komunitas berpura-pura jadi umat anglikan dan ikut beribadat di gereja. Menurut saya, analogi yang digunakan oleh Imam Amaar kurang tepat aja.

Saya kira, inilah yang menarik di serial ini, bahwa para tokohnya mewakili hampir semua pandangan dalam masyarakat. Baber dan Fatima yang konservatif bersanding dengan Imam Amaar dan dr. Rayyan yang moderat. Lalu ada juga Yasir dan Sarah Hamoudi, orangtua Rayyan, yang mungkin lebih disebut di kita sebagai islam KTP. Menghindari haram, tapi juga tidak menjalankan ibadah. Namun begitu, mereka berdua selalu menyuport apapun kegiatan masjid dengan tenaga dan juga pikiran.

Pandangan liberal diwakili oleh Pendeta Magee yang jelas keputusannya membiarkan masjid berdiri di dalam kompleks gereja sudah mengherankan. Belum lagi harapan terpendamnya yang ingin sekali menikahkan pasangan gay di gerejanya. Cuma masalahnya, gak ada pasangan gay yang tertarik menikah di gereja itu.

Kemudian ada juga Fred Tupper yang menderita islamaphobia. Selalu saja curiga mengenai apapun yang dilakukan komunitas islam. Namun, ini kisah abu-abu, di sisi lain, dia pun membantu anggota komunitas islam. Fatima misalnya, saat terjatuh, Fred ngotot ingin membantu bahkan sampai rela berdarah saat mukanya ditendang Fatima yang tidak mau disentuh laki-laki. Dan beberapa kali, gosip yang digaungkan Fred melalui radio hal yang mau tidak mau, harus diakui. Misalnya saat Fred mempertanyakan ledakan penggunaan air di sekitar masjid yang berakar dari kebiasaan boros menghambur-hambur air anggota komunitas islam Maercy. Besebrangan dengan Fred, ada juga sang walikota yang gak pernah mau perduli apapun, yang penting nanti dia terpilih lagi jadi walikota. Dan terakhir, tidak tertinggal juga seorang Layla Asyidiqi, anak perempuan Baber, mewakili remaja Islam masa kini yang selalu menghadapi krisis antara pergaulan dan keinginannya menjadi muslim yang taat.

Dari masalah beli karpet baru buat masjid sampai geregetannya memutuskan apakah boleh ikutan Halloween apa enggak, dari mulai pusing menentukan metode melihat bulan sebagai permulaan Ramadhan (ingat, menentukan metodenya aja udah ruwet) sampai bagaimana caranya menolak poligami. Bagi saya, setiap episode selalu menyenangkan.

Menunggu season 4 oktober mendatang.

Download Little Mosque season 1, 2, 3 disni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar